TEMPO.CO, BANDUNG - Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Kasan mengatakan neraca perdagangan Indonesia hingga Agustus 2020 surplus kendati volume ekspor anjlok. “Sampai Agustus ini, secara nilai (ekspor) turun. Tapi kita neracanya surplus. Sampai Agustus kita US$ 11 miliar surplusnya,” kata dia, setelah melepas ekspor kopi Java Preanger ke Australia bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, di Gedung Negara Pakuan, Bandung, Jumat, 9 Oktober 2020.
Kasan mengatakan, surplus neraca perdagangan saat ini hanya kalah oleh surplus serupa yang dibukukan Indonesia pada tahun 2011. “Jadi ini pencapaian terbesar setelah 2011. Tahun 2011 itu kita surplusnya lebih dari US$ 20 miliar," kata dia. Kasan mengatakan neraca perdagangan akhir tahun ini akan surplus. “Cuma growth ekspornya kemungkinan masih negatif. Tahun 2021 perkiraan semua ekonomi mulai pulih,” kata dia.
Kasan mengatakan, ekspor yang dibukukan hingga Agustus 2020 ini tumbuh negatif. Penurunan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh permintaan yang melemah. “Kan negara di sana pada lockdown, permintaan dia stop, gak mau terima dulu karena Covid dan sebagainya,” kata Kasan.
Kasan mengatakan, komoditi non-migas menjadi penyumbang terbesar. Salah satunya kopi, makanan,minuman, perhiasan, alas kaki, besi baja hingga tanaman hias. Produk ekspor dengan HS kode Coffe Bean total ekspor yang dibukukan sudah mendekati 3 miliar Dollar AS. “Di antaranya kopi instan, atau kopi olahan itu yang doiminan. Tapi sisanya yang fresh,” kata dia.
Kopi olahan mengambil porsi 40 persen dari ekspor kopi Indonesia. Sementara kopi yang masuk kategori fresh tersebut beragam. Mulai dari biji kopi, bubuk kopi, hingga roasted. “Di negara maju seperti Uni Eropa, Amerika, Australia dia lebih cenderung menikmati fresh Coffee. Salah satu yang fresh Coffee ini specialty Coffee,” kata Kasan.