Tapi di tengah aksi ini, sejumlah asosiasi pengusaha mengingatkan soal sanksi yang bisa diterima oleh buruh yang nekat mogok kerja. Salah satunya dari Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Jakarta Sarman Simanjorang.
Sarman yang juga anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit (Pengusaha, Buruh, Pemerintah) Nasional ini mengatakan mogok kerja memang merupakan hak dasar buruh dalam UU Ketenagakerjaan. Tapi, mogok kerja baru dinyatakan sah bila perundingan antara buruh dan perusahaan gagal.
Dalam kondisi ini, serikat buruh wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada perusahaan dan dinas tenaga kerja setempat, tujuh hari sebelum mogok. Di luar ketentuan tersebut tidak sah. "Jika buruh ikut ajakan mogok tersebut, maka pengusaha dapat memberikan sanksi," kata Sarman.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani juga mengatakan ketentuan soal mogok kerja lebih lanjut dibahas dalam Kepmenakertrans no. 23/2003 Pasal 3 yang mencatat jika mogok kerja dilakukan bukan akibat gagalnya perundingan, maka mogok kerja tersebut bisa disebut tidak sah.
Pasal 4 Kepmenakertrans tersebut juga mencatat bahwa yang dimaksud gagalnya perundingan adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diakibatkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan. "Di luar hal tersebut, bisa dikatakan mogok kerja yang dilakukan adalah tidak sah dan punya konsekuensi serta sanksi secara hukum," ujar Hariyadi.
Baca juga: Menperin Minta Perusahaan Cegah Karyawannya Ikut Aksi Demo dan Mogok Kerja