TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah buruh di berbagai daerah melangsungkan aksi mogok usai pengesahan UU Omnibus Law atau UU Cipta Kerja pada Senin kemarin, 5 Oktober 2020. Mereka tetap mogok kerja meski ada ancaman sanksi dari pengusaha.
"Dasar kami bukan UU Ketenagakerjaan, kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar Cahyono dalam keterangan di Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2020.
KSPI menjelaskan, landasan buruh melakukan mogok kerja adalah empat UU. Pertama, UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Kedua, UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh. Ketiga, KSPI juga melakukan mogok kerja dengan dasar hukum UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Terakhir yaitu UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik).
KSPI mengutip fungsi Serikat Pekerja sesuai Pasal 4 ayat e dalam UU Serikat Buruh yang berbunyi: "Serikat buruh mempunyai fungsi sebagai perencana, pelaksana, dan penanggungjawab pemogokan pekerja atau buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Adapun mogok kerja massal ini rencananya berlangsung sampai 8 Oktober 2020. Kahar melaporkan, demo buruh menolak Omnibus Law sudah mulai dilakukan hari ini di beberapa tempat oleh para buruh. Mulai dari Tangerang, Purwakarta, Surabaya, Batam, hingga Pasuruan.