Catatan ketiga, menurut Hinca, terkait sentralisasi peraturan dari daerah ke pusat. Partai Demokrat menyoroti pemberian kewenangan yang terlalu besar kepada pemerintah pusat akan menjadikannya superior dibandingkan legislatif, yudikatif, dan pemerintah daerah.
Padahal, tujuan RUU Cipta Kareja mengefektifkan birokrasi namun aturan terbaru tersebut justru akan merumitkan proses birokrasi karena tidak adanya kepastian dan kejelasan hukum dalam hal perizinan berusaha. "Kami juga menilai proses pembahasan poin-poin krusial dalam RUU Ciptaker kurang transparan dan akuntabel. Hal itu karena tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja, dan jaringan masyarakat sipil," ujarnya.
Sementara itu Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan RUU Cipta Kerja merupakan beleid pertama yang setiap pembahasannya dilakukan secara terbuka dan transparan. Pasalnya tiap pembahasan disiarkan melalui TV Parlemen dan media sosial DPR sebagai komitmen terhadap reformasi parlemen.
Soal kewenangan pemerintah pusat terhadap pemda yang dikritik Fraksi Demokrat, kata Andi, pada pembahasan akhir dikembalikan sesuai UUD 1945. "Terkait kewenangan pemerintah pusat dan daerah, dalam prosesnya dengan kebesaran hati pemerintah, hubungan pusat-daerah dikembalikan sesuai Pasal 18 UUD 1945," katanya.
Seperti diketahui Badan Legislatif DPR menggelar rapat Kerja bersama pemerintah dan DPD RI pada Sabtu malam dengan agenda pengambilan keputusan Tingkat I terkait RUU Cipta Kerja. Dalam raker tersebut, tujuh fraksi menyatakan setuju RUU Cipta Kerja dibawa dalam pengambilan keputusan Tingkat II dalam Rapat Paripurna untuk disetujui menjadi UU, dan dua fraksi menolak yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.
ANTARA
Baca: Pengusaha Ingatkan Buruh Kena Sanksi Mangkir karena Demo Tolak RUU Cipta Kerja