"Pejabat Federal Reserve pekan lalu berbicara tentang pentingnya lebih banyak stimulus fiskal karena kebijakan moneter terbatas efektivitasnya dalam memulihkan perekonomian. Pernyataan ini menurunkan kredibilitas the Fed sendiri tetapi mendorong pemerintah dan parlemen segera meloloskan stimulus fiskal baru untuk mengatasi dampak covid 19," ujar dia.
Isu tersebut juga berkaitan dengan data ekonomi Amerika Serikat cenderung bervariasi tetapi menunjukkan tanda-tanda perlambatan pemulihan.
Selanjutnya, Hans mengatakan pasar modal juga menghadapi ketidakpastian politik Amerika Serikat menjelang pemilu di bulan November. Dikabarkan Presiden Donald Trump menolak berkomitmen untuk transfer kekuasaan secara damai jika dia kalah dalam Pilpres. Hal ini membuat sangat mungkin hasil pemilu disengketakan.
"Hal ini memang di bantah Partai Republik tentang penolakan Presiden Donald Trump untuk berkomitmen pada transfer kekuasaan secara damai bila Trump kalah dalam pemilu November. Hal ini telah membuat indeks dolar mengalami penguatan dan memperlemah nilai tukar Rupiah," ujar dia.
Pernyataan Chairman The Fed Chicago Charles Evans mengatakan pelonggaran kuantitatif lebih lanjut mungkin tidak memberikan dorongan tambahan untuk ekonomi AS serta isyarat bahwa The Fed bisa saja menaikkan suku bunga sebelum inflasi mulai mencapai rata-rata 2 persen membuat arus dana balik ke Amerika Serikat. Kondisi itu membuat dolar cenderung naik dan rupiah cenderung melemah.