"Di Indonesia, alhamdulillah ekonomi tetap bagus, tumbuh di atas 4,8 persen dan tidak ada krisis keuangan. Ada masalah century. Itu satu bank kecil yang dipermasalahkan secara politik. Tapi ekonomi Indonesia sangat durable dan sangat berdaya tahan dan survive goncangan 2008," kata Sri Mulyani.
Pada 2020, Sri Mulyani lagi-lagi mesti mengalami situasi krisis perekonomian. Namun, kali ini penyebabnya adalah penyakit akibat virus Covid-19 yang mengancam kesehatan dan keselamatan manusia. Ancaman terhadap jiwa masyarakat itu, menurut dia, membuat pemerintah mengambil kebijakan luar biasa.
"Masyarakat dijaga keselamatan jiwanya. Tapi kalau jaga keselamatan jiwa berarti mereka harus di rumah. Kalau ada yang sakit harus di karantina, artinya tidak bisa lakukan kegiatan ekonomi," tutur Sri Mulyani. Karena itu, pemerintah pun mengambil langkah berbeda dari krisis sebelumnya.
Alih-alih perusahaan besar yang terimbas krisis seperti 2008, Sri Mulyani mengatakan sektor UMKM dan informal justru terkena dampak paling duluan akibat krisis ini. Pasalnya, para pelaku UMKM dan sektor informal mengalami penurunan permintaan akibat masyarakat yang tidak beraktivitas di luar rumah.
"Ini menimbulkan situasi pemerintah harus memberi perhatian langsung ke level akar rumput. Makanya bansos meningkat luar biasa besar. Itu desain pertama kita langusng ke mereka," ujar Sri Mulyani. Dalam situasi ini, persoalan kesehatan bisa membuat kegiatan ekonomi berhenti dan dapat berakibat terjadinya kebangkrutan.
Pemerintah pun kemudian mengambil sejumlah langkah untuk mengantisipasi efek domino tersebut. Misalnya dengan kebijakan restrukturisasi kredit, hingga kredit modal kerja dengan suku bunga rendah. Sehingga dunia usaha dan sektor keuangan memiliki daya tahan.
Ia mengatakan pengalaman mengalami kondisi krisis sebelumnya membuatnya dapat mengambil langkah lebih cepat pada saat ini. "Pengalaman krisis masa lalu memberikan banyak sekali manfaat untuk kita lebih cepat," ujar dia.
CAESAR AKBAR