TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengungkapkan tak menduga neraca perdagangan Indonesia surplus pada Mei 2020.
Dengan kondisi yang mengalami surplus, dia mengatakan menjadi suatu hal yang perlu diwaspadai. "Tapi surplus yang terjadi itu justru menjadi keprihatinan kami karena bukan meningkatnya ekspor, tetapi menurunnya impor lebih besar dari penurunan ekspor itu yang tajam," kata pria yang akrab disapa Enggar saat webinar kewirausahaan, Sabtu 27 Juni 2020.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus pada Mei 2020 sebesar US$ 2,1 miliar. Rinciannya, ekspor dari Indonesia tercatat sebesar US$ 10,53 miliar. Sedangkan, impor tercatat sebesar US$ 8,44 miliar.
Jika kondisi seperti itu terus terjadi, Enggar mengkhawatirkan perekonomian Indonesia akan sulit bangkit hingga kuartal I 2021. "Karena ketergantungan kita dari bahan baku dan barang modal yang sedang berjalan ini sungguh sangat besar," ucapnya.
Selain kondisi neraca dagang yang surplus, Enggar menyoroti angka inflasi yang rendah. Ia menuturkan, hal itu bisa terjadi karena daya beli masyarakat yang turun pada saat pandemi Covid-19. Sehingga, ia meminta kepada pemerintah untuk fokus mengatasi permasalahan tersebut.
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengatakan kondisi neraca perdagangan perlu diwaspadai, walaupun mengalami surplus pada Mei 2020. "Kalau kita lihat, terciptanya surplus ini kurang menggembirakan karena ekspor mengalami penurunan 28,95 persen (year-on-year). Impornya turun jauh lebih dalam 42,20 persen (yoy)," ujar Suhariyanto dalam konferensi video, Senin, 15 Juni 2020.
Kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan angka ekspor dan impor Indonesia pada Mei 2020 dapat memengaruhi komponen perekonomian Tanah Air beberapa waktu ke depan.
"Dari BPS sudah keluarkan ekspor impor menurun tajam dan itu pasti mempengaruhi investasi maupun sebagian besar dari sisi ekspor ke depan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi video, Selasa, 16 Juni 2020.
Penurunan nilai ekspor dan impor tersebut, menurut Sri Mulyani, harus dilihat dampaknya di masa mendatang lantaran sebagian besar dipengaruhi kondisi di dalam negeri, seperti konsumsi di Tanah Air. Kendati demikian, ada juga imbas dari sentimen global akibat adanya pelemahan ekonomi di berbagai negara.
"Kuartal II itu diperkirakan semua negara maju alami kontraksi hampir double digit, sehingga pasti memengaruhi ekspor kita. Ini sedang kami coba untuk menangani dan mitigasi," ujar Sri Mulyani.
EKO WAHYUDI l CAESAR AKBAR