TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin menilai program cetak sawah baru di lahan gambut sebagai anomali. Sebab, menurut dia, sejarah membuktikan bahwa pencetakan sawah baru tak berpengaruh terhadap produksi pangan nasional. "Kebijakan program cetak sawah ini benar-benar anomali," ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, Ahad, 3 Mei 2020.
Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera ini menyebutkan sejumlah alasan program cetak sawah baru tak tepat sasaran. Pertama, di masa lalu sudah dibuktikan bahwa Rp 1,6 triliun pernah lenyap dari APBN akibat memaksakan lahan gambut dibuka untuk sawah. "Yang tidak berefek sama sekali terhadap cadangan pangan nasional," kata Akmal.
Ia juga menyoroti anggaran cetak sawah sebesar Rp 209,8 miliar pada postur anggaran tahun 2020 dan kemudian dipangkas menjadi Rp 10,8 miliar rupiah akibat penghematan. Angka itu kini setelah refocussing menjadi nol rupiah.
Akmal menyebutkan bahwa percetakan sawah tak bisa instan, tapi membutuhkan waktu minimal satu tahun. Hal itu pun belum mencakup proses pembangunan infrastruktur penunjang seperti irigasi dan jalan.
Oleh karena itu, Akmal berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan. Terlebih sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan sebelumnya menemukan masih ada sawah-sawah yang merupakan cetakan periode 2014-2019 yang belum termanfaatkan secara optimal.
Menurut Akmal, optimalisasi pemanfaatan sawah yang sudah dicetak periode 2014-2019 lebih baik dilakukan ketimbang membuka lahan baru, apalagi lahan gambut.
Pernyataan Akmal menanggapi rencana program pembukaan lahan atau cetak sawah baru oleh Kementerian Pertanian. Program yang diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini akan difasilitasi dan didanai oleh BUMN.