TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk menggunakan dana abadi pemerintah dalam menghadapi pandemi virus corona atau Covid-19. Dana abadi ini akan digunakan untuk membiayai defisit anggaran yang diperkirakan mencapai 5,07 persen PDB atau Rp 853 triliun.
“Kami akan pertimbangkan menggunakan seluruh dana abadi pemerintah,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat virtual bersama Komisi Keuangan DPR di Jakarta, Senin, 6 April 2020.
Selain dana abadi, pemerintah juga bersiap untuk mengandalkan dana Badan Layanan Umum (BLU) dan Sisa Anggaran Lebih (SAL). Untuk menutupi defisit, kata dia, pembiayaan akan meningkat Rp 545,7 triliun, terdiri dari pembiayaan utang Rp 654 triliun atau pembiayaan non-utang Rp 108,9 triliun.
Meski demikian, Sri Mulyani memastikan pembiayaan non-utang ini termasuk pada dua aspek. Pertama, pembiayaan dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 150 triliun dan tambahan pembiayaan pendidikan Rp 18,6 triliun. “Untuk memenuhi alokasi anggaran pendidikan 20 persen,” kata dia.
Sementarai itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto justru mendesak pemerintah menunda proyek infrastruktur, termasuk pemindahanan Ibu Kota Negara (IKN). Menurut dia, belanja modal infrastruktur harus direalokasi untuk stimulus penanganan virus corona, daripada mengambil anggaran dana abadi pendidikan.
"Proyek infrastruktur dan pemindahan Ibu Kota Baru harus ditunda, itu narasi pertama. (Pemerintah) jangan ambil anggaran untuk sumber daya manusia, termasuk dana abadi pendidikan," kata Eko dikutip dari Bisnis.com
Sementara itu, anggota Komisi Keuangan dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie, meminta Sri Mulyani untuk membuat aturan main dalam semua kebijakan pembiayaan defisit ini. Salah satunya, Dolfie meminta pemerintah untuk menetapkan besaran pembiayaan dari dana abadi ini. “Nilai maksimumnya berapa?” kata dia.
Selain itu, Dolfie juga mengusulkan agar Sri Mulyani bisa mengajukan restrukturisasi atas utang pemerintah yang jatuh tempo pada tahun ini. Cara itu, kata dia, bisa digunakan untuk meringankan beban defisit anggaran tersebut. “Apakah restrukturisasi Rp 100 triliun, atau Rp 150 triliun,” kata dia.
FAJAR PEBRIANTO