TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memastikan kebijakan magang kampus selama tiga semester yang akan diterapkan kementeriannya bukan langkah pemerintah untuk membentuk industrialisasi pendidikan. Menurut dia, magang kampus dengan masa yang lebih lama akan membiasakan mahasiswa berkomunikasi dengan stakeholder.
"Kebijakan (magang kampus) itu bukan industrialisasi pendidikan. Konsep berpikir seperti itu salah. Sebab, apa yang dipelajari dalam masa 4 tahun itu, relevansinya nyambung dengan dunia kerja," ujar Nadiem di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu, 30 Januari 2020.
Nadiem mengatakan program ini akan mendorong mahasiswa untuk keluar dari zona nyamannya dengan lebih banyak berinteraksi dengan dunia luar. Dengan demikian, menurut dia, mahasiswa dapat berinovasi dari hal-hal baru yang ditemukan di luar kampus.
Sistem pendidikan semacam ini mirip dengan pembelajaran yang diterapkan di kantor-kantor rintisan atau start up. Guna membentuk sumber daya manusia atau SDM yang berkualitas, Nadiem mengatakan pekerja start up umumnya harus dibenturkan dengan macam-macam karakter mitranya di luar kantor.
Nadiem menganalogikan kebijakan ini dengan seseorang yang ingin berenang di lautan lepas. Menurut dia, untuk melatih keterampilan renang seseorang, ia harus beberapa diberi kesempatan untuk berenang di laut agar terbiasa dengan medan. "Kalau hanya berenang di kolam renang, soft skill (keterampilannya) enggak bisa dilatih," ucapnya.
Kebijakan magang tiga semester di luar program studi merupakan bagian dari program Kampus Merdeka yang dirilis Nadiem baru-baru ini. Kebijakan ini akan memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi selama satu semester.
Meski begitu, Nadiem mengatakan program belajar di luar program studi (prodi) ini tak bersifat memaksa. "Kalau ingin 100 persen di dalam prodi itu, tidak masalah. Tapi kewajiban bagi perguruan tinggi untuk berikan opsi tersebut." Adapun dua semester lainnya diperuntukkan bagi program magang.
BUDIARTI PUTRI