TEMPO.CO, Jakarta - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat menjadwalkan rapat dengar pendapat umum dengan bekas Direktur Utama Televisi Republik Indonesia alias TVRI, Helmy Yahya, pada Selasa siang, 28 Januari 2020 pukul 14.00 WIB.
Tema rapat tersebut, berdasarkan agenda yang termaktub dalam aplikasi DPR Now, adalah penjelasan soal permasalahan pemberhentian Helmy dari jabatan direktur utama TVRI oleh Dewan Pengawas stasiun televisi pelat merah tersebut.
Beberapa waktu lalu, DPR telah memanggil Dewan Pengawas untuk mendapat penjelasan mengenai keputusan pemberhentian tersebut. Kemarin, anggota dewan juga telah mendengar keterangan dari jajaran Direksi TVRI. "Kami ingin mendengarkan terlebih dahulu," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis dalam rapat di Kompleks Parlemen, kemarin, Senin, 27 Januari 2020.
Dalam rapat kemarin, Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra menjelaskan sengkarut hubungan Dewan Pengawas dan Direksi di lembaganya. Ia mengatakan ketidakharmonisan antara Dewan Pengawas dan Direksi lembaga penyiaran pelat merah itu sudah berlangsung sejak enam bulan masa jabatan direksi.
Persoalan itu dipicu mulai oleh beberapa hal, antara lain perdebatan soal badan layanan umum, isu satuan kerja karyawan, juga penyetopan siaran berita oleh oknum karyawan. "Hingga ada surat dari direktur utama kepada dewan pengawas yang meminta peninjauan Surat Keputusan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2018 tentang tata kerja hubungan Dewas-Direksi," ujar Apni dalam rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 27 Januari 2020.
Dalam kesempatan itu, Apni juga mempersoalkan Dewas yang hanya menilai kinerja Direktur Utama dan Direksi dengan predikat cukup. Padahal, menurutnya , direksi sudah bekerja sesuai dengan Key Performance Indicator alias KPI yang ditetapkan Dewas. Di samping ia mengklaim TVRI juga memperoleh beberapa capaian yang diakui secara eksternal.
Panas dingin hubungan itu lah yang ditengarai berujung kepada terbitnya Surat Rencana Pemberhentian Direktur Utama TVRI Helmy Yahya pada 4 Desember 2019. Menurut Apni, direksi telah menyatakan bahwa rekonsiliasi adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan TVRI.
Dengan adanya surat itu, direksi pun, menurut Apni, membantu Helmy menyiapkan pembelaan. Sebab, ia merasa keputusan yang diambil direksi bersifat kolektif kolegial alias diputuskan bersama. "Kami juga terus dalam posisi menunggu bilamana dipanggil untuk dimintai keterangan," tutur dia.
Di dalam dokumen pembelaan Helmy Yahya pun, tutur Apni, direksi menyertakan sebuah surat yang meminta Dewan Pengawas agar melakukan musyawarah mufakat dengan direksi guna mencari solusi dari perkara itu.
Namun, kata Apni, sejak adanya pembelaan Helmy, yakni pada 17 Desember 2019, sampai dengan surat pemberhentian sang direktur utama pada 16 Januari 2020, Dewan Pengawas sama sekali tidak meminta keterangan Helmy maupun anggota direksi lainnya.
"Upaya persuasif kami gagal, karena meski masih memiliki waktu untuk menyampaikan keputusan akhir pada 17 Februari 2020, akhirnya Dewas TVRI menyampaikan surat pemberhentian dengan hormat Dirut TVRI Bapak Helmy Yahya," tutur Apni.
CAESAR AKBAR