TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI bakal mulai memanggil sejumlah pihak terkait untuk mendalami persoalan tata kelola perusahaan di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada pekan depan. Pemanggilan bakal dimulai dari Otoritas Jasa Keuangan, sebagai badan yang mengawasi lembaga keuangan.
"Pertama dari OJK, lalu kita lihat mana lagi yang akan kami panggil," ujar anggota Ombudsman Alamsyah Saragih dalam sebuah diskusi di bilangan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu, 18 Januari 2020.
Menurut dia, seharusnya OJK mengendus lebih awal perihal tata kelola yang tak beres dari perusahaan asuransi pelat merah itu. Bahkan, lembaga yang dipimpin oleh Wimboh Santoso itu pun bisa menjatuhkan sanksi kepada perseroan apabila melanggar aturan. "Harusnya, tapi sudahlah biar Ombudsman memanggil mereka, mungkin saja ada sesuatu," tutur Alamsyah.
Alamsyah mengatakan pihaknya akan mendalami soal tata kelola dari Jiwasraya, serta akan mengeluarkan catatan untuk perbaikan ke depannya. Ia juga bakal meninjau regulasi-regulasi untuk melihat semisal ada aturan yang menghambat. Bila telah rampung, catatan-catatan itu akan disampaikan kepada pemerintah dan DPR sebagai pertimbangan pengambilan kebijakan.
Ombudsman sebelumnya menilai buruk tata kelola perusahaan PT Asuransi Jiwasraya. "Dari tata kelola jangan berkilah ke sana ke mari, memang buruk," ujar Alamsyah.
Penilaiannya itu dilihat mulai dari struktur organisasi perusahaan. Alamsyah melihat perseroan terlambat memenuhi kewajiban tiga orang komisaris. "Baru September terakhir dipenuhi, komisaris independen merangkap komisaris utama, agak acak-acakan."
Selain itu, pada jajaran direksi pun Alamsyah menyoroti kosongnya posisi direktur kepatuhan di perseroan. Padahal, keberadaan direktur bidang tersebut adalah kewajiban yang termaktub dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK 05/2016 tentang tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian.
Tak hanya itu, Alamsyah juga melihat ada rangkap jabatan posisi Direktur Keuangan dan DIrektur Investasi di sana. "OJK seharusnya tahu, karena ini kan aturan OJK semua," tutur dia.
Dari sisi penempatan investasi, Alamsyah juga menyinggung perseroan yang banyak bermain pada instrumen berisiko tinggi. Padahal, mestinya perusahaan asuransi lebih konservatif dalam menempatkan investasinya, misalnya bisa ke saham yang masuk indeks LQ45 maupun indeks 80. "Sementara kalau kita lihat ke belakang, 2016, investasi Jiwasraya itu berantakan, brutal."
Sebelumnya, Jiwasraya diperkirakan menanggung kerugian lebih dari Rp 10 triliun lantaran berinvestasi pada saham dan reksa dana yang berkualitas rendah. Pada investasi saham misalnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Agung Firman Sampurna mengatakan analisis penjualan dan pembelian saham diduga dilakukan secara pro forma dan tidak didasari data yang valid dan obyektif. Di samping, aktivitas jual beli saham dilakukan dalam waktu berdekatan diduga untuk menghindari pencatatan unrealized gross.