TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengatakan payung hukum Ibu Kota Baru akan berbentuk omnibus law.
"Itu termasuk yang kami targetkan masuk prolegnas (program legislasi nasional) dan akan di-omnibus law-kan," ujar dia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 13 November 2019.
Pasalnya, Suharso mengatakan beleid soal ibu kota baru menyangkut beberapa undang-undang lain. Saat ini, kata dia, Indonesia masih belum memiliki UU Perkotaan.
Di saat yang sama, UU Ibu Kota mesti diperbaiki. Belum lagi UU Kawasan yang saat ini masih ada di UU Perumahan dan Kawasan. "Lalu ada lagi UU soal pemerintahan daerah, dan UU RTRW itu kan ada yang mesti kita ambil," kata dia.
Dengan demikian, ia mengatakan bahwa payung hukum ibu kota negara anyar memang mencakup beberapa beleid. Sehingga, metode yang paling tepat dalam membentuk aturan tersebut adalah melalui omnibus law.
Lantaran pentingnya payung hukum untuk ibu kota baru tersebut, Suharso mengatakan beleid itu mesti segera digarap dan masuk ke dalam Prolegnas 2020. "Sudah pasti, sudah harus," ujar dia.
Meski demikian, pembentukan payung hukum tersebut berbeda hal dengan mulainya pembangunan sarana prasarana ibu kota baru. "Pembangunan adalah hal yang lain lagi," kata Suharso. Ia mengatakan perkara itu akan dikerjakan secara paralel dengan perihal legalitas sehingga bisa mengejar target-target waktu.
Menurut Suharso, hal yang paling penting saat ini adalah mengenai hal-hal yang sebelumnya sudah sering disampaikan, yaitu mengenai luas lahan dan siapa yang akan mengurus. "Strukturnya dulu, belum sampai pembangunan."
Suharso juga mengatakan bahwa UU ibu kota baru nantinya juga belum membahas soal rencana pembentukan badan otoritas di sana. Perihal badan otoritas, menurut dia, cukup dinaungi oleh Peraturan Presiden.
CAESAR AKBAR