TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Nasional 1.000 Startup Digital menargetkan total valuasi bisnis senilai US$ 10 miliar pada 2020. Sejak 2016 program gelaran Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama beberapa pihak itu telah menjaring 40 ribu lebih pendaftar. Program pembinaannya telah memunculkan 525 startup baru.
Koordinator gerakan itu di Bandung, Dyan R. Helmi mengatakan beberapa startup telah berjalan sukses dan mendapat pendanaan. Tapi ada juga bisnis rintisan yang bubar kemudian anggota timnya membuat startup baru lagi. “Dari pengalaman, solusi masalah dan pasar biasanya terbentuk pada tahun kedua atau ketiga,” katanya Ahad, 15 September 2019.
Startup yang sukses menurutnya antara lain Tumbas.in asal Semarang. Layanannya membantu orang dengan cara membelikan pesanan belanjaan ke pasar. “Mereka sampai menawar harga juga ke penjualnya,” ujar Helmi. Startup menarik lainnya yaitu carbon trading oksigen.
Menurut Dyan, masalah umum pada usaha bisnis rintisan yaitu terkait komitmen dan cara bertahan hidup pelaku startup. “Talent ketika mau bisnis nggak kayak orang kerja yang setiap bulan dapat gaji,” ujarnya. Adapun modal bisa kurang dari Rp10 juta untuk bisnis digital.
Pemerintah menilai potensi industri digital di Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata. Saat ini ada sekitar 171,17 juta pengguna Internet dan 88,13 persen merupakan pengguna perangkat telepon pintar di Indonesia. Kondisi itu modal besar bagi Indonesia untuk mengembangkan e-commerce dan bisnis berbasis teknologi digital di Tanah Air.
Volume bisnis e-commerce di Indonesia diprediksi akan mencapai US$ 130 miliar. Namun hingga 2018 jumlah entrepreneur di Indonesia baru mencapai 3,1 persen dari total penduduk. Karena itu Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama beberapa pihak menginisiasi Gerakan Nasional 1.000 Startup Digital. Gerakan kali ini lebih fokus untuk mematangkan konsep startup para peserta.
Gerakan Nasional 1.000 Startup Digital ini bergulir di 10 kota pertama yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Malang, Medan, Bali, Makassar, dan Pontianak. Pada tiap kota itu akan didirikan pusat inovasi sebagai titik kumpul komunitas teknologi, kreatif, dan budaya, sekaligus ruang kerja bersama (co-working space). Para kreator lokal diharapkan dapat berkolaborasi menciptakan solusi bagi kebutuhan masyarakat setempat hingga berkembang menjadi solusi nasional.