TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi membuka peluang bagi masyarakat untuk membeli lahan di ibu kota baru. Presiden menyebut angka perkiraan Rp 2 juta per meter harga tanah yang nantinya dijual.
Lantas, bagaimana tanggapan Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IA) berkaitan dengan kisaran harga jual tanah tersebut?
Ketua Umum IAP Bernardus Djonoputro mengatakan bahwa lahan yang sedang dipersiapkan sebagai calon ibu kota negara baru dapat ditentukan harganya apabila lahan tersebut telah clean and clear.
"Harus ada benchmark-nya, kalau menentukan dan menyesuaikan harga itu kan harus disesuaikan dengan undang undang," tuturnya Selasa, 3 September 2019.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pemerintah dapat melakukan land freezing atau pembekuan harga.
"Kalau lahan telah bebas, maka pemerintah baru dapat menyusun harga lahan sesuai dengan kebutuhan swasta, tetapi harus dengan adil di pasar dan tidak spekulatif," ujarnya.
Bernardus mengatakan bahwa pemerintah sempat menjanjikan tanah di ibu kota negara dibebaskan clean and clear terlebih dahulu. Hingga saat ini, lanjutnya, pemerintah masih dalam tahap studi untuk memilih lokasi spesifik yang tepat.
"Kan saat ini lokasinya masih belum benar-benar jelas, baru disebutkan di sebagian kecamatan dan belum ditentukan spesifiknya," tuturnya.
Menurutnya, berdasarkan undang-undang, rencana pemindahan harus dilakukan dengan studi yang benar dan memiliki ketepatan atas kepemilikan lahan. “Jadi, kita tunggu saja lokasi yang paling spesifiknya di mana," ujar Bernardus.
Jokowi sebelumnya mengatakan pemerintah sudah menyiapkan lahan seluas 180.000 hektare di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Dari total lahan tersebut, pada tahap pertama akan dipakai lahan seluas 40.000 hektare, dan hanya 10.000 hektare di antaranya untuk kantor pemerintahan.
“Jadi, sisanya bisa dimiliki langsung oleh warga. Bukan pengembang, dengan pasar properti sekarang, kalau jual tanah di ibu kota Rp 2 juta per meter (persegi) saya rasa tidak mahal. Kita bisa cek harga tanah di pinggiran Jobodetabek saja sudah Rp 5 jutaan,” tutur Presiden Jokowi.
Sekretaris Jenderal DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa seharusnya pengelolaan dan penjualan lahan calon ibu kota negara baru ditujukan kepada pengembang terlebih dahulu baru ke konsumen (end user) agar penjualan lahan tanah tertata rapi bersama dengan para penghuninya.
"Kalau bisa dijual terlebih dahulu ke REI supaya (penataannya) bagus, bisa di tata kaveling siap bangun dan lingkungan siap bangun, dengan syarat pemerintah yang menentukan harga, maka REI akan mendukung," ujarnya Selasa, 3 September 2019.
Menurut Totok, terkait dengan penentuan harga lahan sebesar Rp 2 juta per meter persegi dirasa cukup.
REI, katanya, akan tetap mendukung pemerintah berapa pun patokan harga untuk lahan di ibu kota baru tersebut. "Kami siap mendukung pemerintah, setiap keputusan pasti ada pertimbangan."
Totok mengatakan, bahwa harga yang telah dipatok oleh Jokowi sebenarnya dilakukan untuk menarik pasar kelas menengah atas agar tertarik membeli lahan dan investasi di ibu kota baru.
Meskipun demikian, lanjut Totok, pemerintah akan tetap memedulikan dan memperhatikan pasar bawah dengan harga yang sesuai dengan kebutuhan pasar tersebut.
Selain itu, REI sangat yakin atas kemampuan Presiden yang mampu memahami pasar dan menarik pasar.
Oleh karena itu, Totok mengatakan bahwa pihaknya akan mendukung karena dipastikan semua sudah ada perincian dan kebutuhan dalam pembangunan ibu kota.
"Harga itu eye-catching agar menarik pasar. Presiden dulu kan seorang pengusaha dan sudah sangat lihai menarik market. Kami tut wuri handayani (mengikuti dari belakang sambil mengawasi dan memberi dorongan) saja," kata Totok.