Sementara itu, dari segi biaya, pemindahan ibu kota ditaksir menelan anggaran Rp 466,06 triliun. Biaya tersebut rencananya diambil dari APBN dengan porsi Rp 74,4 triliun, skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sebesar Rp 265,23 triliun, dan kerja sama pemanfaatan dengan swasta yang senilai Rp 127,38 triliun.
Adapun tiga provinsi kandidat lokasi ibu kota baru yang disebut-sebut adalah Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Kalimantan Timur (Kaltim). Ketiga provinsi itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang sudah dipertimbangkan pemerintah.
Bappenas memaparkan kelemahan di Kalteng berada di isu pembakaran lahan gambut, banjir, adanya sejarah konflik horisontal, serta jauhnya jarak calon lokasi ibu kota dengan pelabuhan yang mencapai sekitar 219 kilometer (km). Kelebihan provinsi itu yakni memiliki teritori yang besar, punya sumber air tawar melimpah, serta berada di posisi yang strategis untuk pertahanan dan keamanan ibu kota baru.
Untuk Kalsel, seperti dikutip dari laman resmi Bappenas, kelemahan yang terungkap adalah jauhnya jarak calon lokasi ibu kota dengan bandara dan pelabuhan, yang masing-masing harus ditempuh selama 6,5 jam dan 7 jam perjalanan. Selain itu, sebagian besar lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan dan harus membebaskan lahan masyarakat, serta kualitas air dan daya dukung air tanah yang rendah.
Kelebihannya, Kalsel berada di tengah Indonesia. Provinsi ini berada dalam cakupan pelayanan jalan nasional, aman dari banjir, dan secara historis tidak pernah terjadi konflik sosial. Sementara itu, kelemahan Kaltim adalah lokasi calon ibu kotanya dekat dengan bekas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan ketersediaan sumber daya air tanah yang minim.
Namun, bila dijadikan ibu kota baru, Kalsel unggul dalam hal keamanan lokasi dari kebakaran hutan. Selain itu daerah tersebut dekat dengan jalan tol Balikpapan-Samarinda, jarak menuju pelabuhan dan bandara tidak jauh, serta ada ketersediaan infrastruktur jaringan energi dan air bersih.
BISNIS