TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) menyatakan terus berupaya untuk menanggulangi tumpahan minyak usai terjadinya kebocoran proyek Hulu Energi Sumur YYA-1 Blok Offshore North West Java atau ONWJ di pesisir pantai utara Karawang, Jawa Barat. Salah satunya, dengan melibatkan masyarakat sekitar seperti nelayan.
"Kami telah meminta mereka untuk mengangkat tumpahan minyak yang ada di laut, yang mereka bisa angkat. Tapi ini ada biaya penggantinya yang kami sepakati," kata Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi Meidawati saat mengelar konferensi pers di Gedung Pertamina, Jakarta Pusat, Kamis 8 Agustus 2019.
Adapun biaya yang disepakati bagi nelayan yang bersedia untuk ikut mengangkut akan diberi kompensasi sebesar Rp 100 ribu plus uang makan Rp 20 ribu. Nantinya, dari jumlah tumpahan minyak yang diangkut juga akan dihitung 3-5 kilo yang berhasil diangkat bakal dihargai sebesar 20 ribu.
Lebih lanjut, Pertamina juga memberikan kompensasi bagi nelayan yang juga bersedia untuk mengangkut tumpahan minyak dari titik pengepulan ke lokasi truk angkut. Nelayan yang mau mengangkut ini bakal diberikan kompensasi sebesar Rp 120 ribu per tonase.
Meidawati mengatakan, banyak nelayan Karawang yang bersedia ikut mengangkut karena kebetulan saat ini bukan merupakan musim menangkap ikan. Selain itu, kata dia, kegiatan ini juga menjadi bagian kompensasi Pertamina terhadap insiden kebocoran minyak.
Kendati demikian, Meidawati menuturkan belum bisa menyampaikan berapa banyak nelayan yang bersedia untuk ikut mengangkut tumpahan minyak tersebut. "Jumlahnya masih kami data, karena di berbagai desa itu cukup banyak ya. Oil spill jumlahnya juga tidak merata setiap hari," kata dia.
Incident Commander Oil Spill YYA-1 Taufik Adityawarman menambahkan nelayan-nelayan yang bersedia untuk ikut terlibat dalam pengangkutan telah dibekali dengan alat pelindung diri. Alat ini harus dipakai oleh nelayan saat melakukan pengangkutan tumpahan minyak karena tergolong limbah berbahaya.