TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah proyek dalam perjanjian One Belt One Road atau Belt and Road Inisiative (BRI) yang diinisiasi pemerintah Cina berpotensi melanggar Kesepakatan Paris atau Paris Agreement. Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi memandang perjanjian jalur sutra itu masih diwarnai proyek kotor batubara.
Baca: Menteri Luhut Yakin RI Terhindar dari Jebakan Utang Jalur Sutra Modern Cina
"Proyek-proyek yang dibangun dalam perjanjian ini tidak ramah lingkungan," ujar Manajer Kampanye dan Iklim Walhi, Yuyun Harmono saat ditemui di kantornya, Mampang, Jakarta Selatan, Senin, 29 April 2019.
Yuyun mencontohkan, proyek-proyek yang akan didanai Cina itu adalah proyek yang justru tidak mendorong pengurangan emisi. Di Indonesia, misalnya, bertebaran proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Proyek swasta ini akan dikerjasamakan dengan Cina melalui skema pendanaan BRI.
Walhi mencatat, proyek tersebut di antaranya PLTU batubara di kawasan Industri dan Pelabuhan Tanah Kuning berkapasitas 1.000 megawatt, Mine Mouth Coral Fired Power Plant atau CFPP Kalimantan Selatan-Tengah 3 dan 4 masing-masing berkapasitas 2x100 megawatt, dan Coal Fired Power Plant (CFPP) di Celukan Bawang, Bali, berkapasitas 2x350 megawatt.
Pembiayaan energi kotor batubara juga ditandai dengan adanya nota kesepahaman tiga PLTU. Salah satunya Toba Bara. Proyek ini ditengarai berjalan karena ada konflik kepentingan lantaran salah satu pemiliknya, menurut Yuyun, adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Luhut menjadi salah satu delegasi Indonesia yang hadir dalam pertemuan BRI pada 25-28 April lalu di Beijing.
"Dua PLTU lainnya juga sudah dibiayai oleh Bank Mandiri dan PT SMI, dan proyeknya sudah berjalan. Satu PLTU lagi tidak jelas lokasinya di mana dan siapa pembangunnya," ujar Yuyun.
Sebanyak 28 proyek dengan nilai bisnis mencapai Rp 1,296 triliun yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia dalam kerangka BRI ini nantinya akan didanai oleh pemerintah Negeri Tirai Bambu melalui bank-bank Cina.
Dalam catatan Walhi, pada 2018, pendanaan sektor listrik yang dilakukan oleh bank-bank Cina ini 42 persennya merupakan proyek-proyek pembangkit listrik batubara. "Bank-bank Cina masuk dalam tiga besar yang membiayai tambang batubara," ucap Yuyun.
Kesepakatan BRI sebelumnya ditandai oleg pertemuan yang digelar di Beijing, Cina, pada 25-28 April 2019. Pertemuan yang sama sebelumnya telah dihelat pada Mei 2017. Pertemuan ini dihadiri oleh lebih 37 negara termasuk Indonesia. Rombongan delegasi Indonesia dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan diikuti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri luar Negeri Retno Marsudi, serta Menteri Ristek dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong.
Baca: JK Tagih Janji Cina Naikkan Impor Sawit dari RI
Dalam pertemuan ini, pemerintah memberikan syarat bagi masuknya investasi asing dari Cina. Salah satunya, jenis usaha yang dibangun harus ramah lingkungan. Poin ini, menurut Yuyun, justru dilanggar oleh Indonesia sebagai pembuat syarat karena pemerintah masih menawarkan proyek kotor batubara.