TEMPO.CO, Jakarta - Semakin banyaknya berita palsu atau hoax yang disebarkan menjelang pemilihan presiden atau pilpres belakangan ini semakin mengkhawatirkan. Penyebaran hoax yang masif tersebut tak hanya melalui media sosial tapi juga sejumlah grup percakapan, di antaranya seperti WhatsApp.
Baca: Menjelang Pilpres, Kominfo: Jumlah Hoax Akan Terus Melonjak
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menjelaskan menjelang penyelenggaraan Pemilu pada 17 April 2019 nanti, menyebutkan hoax yang terakhir beredar adalah terkait hasil perhitungan suara Pilpres 2019 pada Tempat Pemungutan Suara (TPS) di luar negeri.
Kepolisian, kata Dedi, memperkirakan berita-berita yang membuat masyarakat resah, akan terus bermunculan. "Selain itu juga tidak menutup kemungkinan ada metode penyebaran berita bohong lainnya seperti melalui SMS dan peralatan broadcast lainnya," tuturnya, Jumat, 12 April 2019.
Ke depan, Dedi mengimbau agar masyarakat tidak turut serta menyebarkan informasi tanpa ada klarifikasi dan verifikasi. Jika berita yang disebarkan itu hoaks, maka masyarakat bisa dikenakan pidana penjara maksimal selama 10 tahun. Namun jika masyarakat menyebarkan hoax ditambah dengan narasi yang mengandung ujaran kebencian akan ditambah 6 tahun penjara. "Polri mengingatkan masyarakat agar tidak ikut menyebarkan berita bohong karena bisa diancam kurungan penjara," katanya.
Hal senada disampaikan oleh pakar hukum yang juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Ia mengingatkan agar tidak menyebarkan hoax karena dapat diancam hukuman tiga peraturan perundang-undangan yang ada.
Pernyataan Mahfud disampaikan di depan tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh agama di Kalimantan Barat, dalam kegiatan apel kebangsaan dan deklarasi pemilu damai 2019 di rumah Radakng Pontianak, hari ini. Ia menyebutkan ada tiga fakta hukum yang bisa menggiring seseorang masuk penjara karena membuat, menyebarkan, membuat, menstransmisi dan kemudian membagikan hoax merupakan pelanggaran hukum.
Jika penyebaran hoax dilakukan melalui telepon pintar atau smartphone, kata Mahfud, pelaku akan berhadapan dengan UU ITE. Untuk ancaman UU ITE, hukumannya 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. "Apa ada orang yang dihukum karena memfitnah pejabat publik? Ada. Saya contohkan Zaenal Ma'arif, Egy Sujana itu menghina Pak SBY, dilaporkan ke polisi dan masuk penjara," tuturnya.
Kalau yang sekarang, kata Mahfud, sudah dialami Buniyani, Prita Mulia Sari dan masih banyak lagi. "Karena itu jangan mengira yang dihukum tidak ada. Dan yang dihukum sekarang itu, Ahmad Dhani," ucapnya.
Mahfud juga menjelaskan ada landasan hukum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 yang isinya siapa yang menyebarkan berita bohong yang menyebabkan kekisruhan, kontroversi, keributan di tengah masyarakat, ancamannya 10 tahun. "Siapa orang yang dihukum itu? Ada. Ratna Sarumpaet," kata Mahfud.
Sebelumnya sempat beredar luas hasil perhitungan suara Pilpres 2019 untuk pemilihan di Luar Negeri melalui Facebook dan pesan berantai WhatsApp. Hasil tangkapan layar menunjukkan informasi ini dibagikan oleh akun Arya Chandra Natanagara.
Akun Arya Chandra Natanagara juga mencantumkan hasil perhitungan suara pada sepuluh negara berbeda. Hasil perhitungan di negara-negara tersebut menunjukkan kemenangan pasangan capres cawapres nomor 02, Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
Beberapa nama negara yang dituliskan telah melakukan perhitungan suara dalam informasi tersebut adalah Saudi Arabia, Yaman, Belgia, Jerman, UEA, USA, Ukraina, Papua Nugini, Taiwan, Hong Kong dan korea Selatan. Komisioner Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Hasyim Asy'ari, menegaskan bahwa informasi yang beredar tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Hasyim menjelaskan, penyelenggaraan pemungutan suara Pemilu 2019 di luar negeri dilaksanakan sebagaimana jadwal dalam SK KPU No 644/2019 yaitu early voting pada tanggal 8-14 April 2019. Untuk kegiatan pemungutan suara di luar negeri dilaksanakan dengan tiga metode.
Baca: Luhut: Saya Jengkel kalau Ada yang Bilang Presiden Bohong
Tiga metode memilih tersebut, yaitu di Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) yang berada di kantor perwakilan RI (KBRI/KJRI/KDEI); memilih dengan Kotak Suara Keliling (KSK) yang bertempat di dekat pemukiman atau tempat kerja WNI; dan metode pos. “Kegiatan penghitungan suara pemilu di LN dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 sesuai waktu setempat,” kata Hasyim.
BISNIS | ANTARA