Lima tahun kemudian yaitu 2008, STT Singapore menjual seluruh sahamnya kepada Qatar Telecom atau Qtel menjadi sebesar 40,81 persen dengan nilai transaksi US$ 1,8 miliar atau Rp 16.740 triliun (dengan kurs saat itu 9.300 per dolar AS).
Qtel kembali menambah porsi sahamnya di Indosat dengan membeli 24,91 persen saham seri B dari publik pada 2009. Dengan demikian, Qtel menguasai 65 persen saham Indosat di bawah bendera Ooredo Asia Pte. Ltd. Adapun saham pemerintah Indonesia adalah 14,29 persen dan sisanya 20,17 persen dikuasai publik.
Sebelumnya Guru Besar Fakuktas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali menyarankan agar Presiden Jokowi tidak melakukan buy back Indosat. Pasalnya saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk memiliki saham Indosat walaupun itu janji pemerintahan Jokowi sebelumnya.
“Stop pembicaraan soal itu, karena itu merugikan kita,” ujar Rhenald seusai acara bedah buku Dibalik Reformasi 1998 karya Laksamana Sukardi di Kampus UI, Depok, Selasa, 6 November 2018. Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi dalam buku yang ditulisnya juga membeberkan alasan penjualan Indosat pada era Presiden Megawati.
Menurut Rhenald, Jokowi tidak perlu membeli kembali Indosat karena sebelumnya ada syarat waktu itu bahwa ekonomi minimal sudah tumbuh 7 persen. Syarat berikutnya harga yang ditawarkan oleh pemilik saham masuk kategori wajar. “Kalau kita desak-desak, pasti harga akan mahal.”
Hal senada disampaikan Tanri Abeng. Menteri Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara pada masa Presiden Soeharto itu menilai buyback Indosat tidak penting lantaran perusahaan telekomunikasi pelat merah seperti PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. atau Telkom dengan PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel sudah menguasai pasar.
"Buat apa lagi kita buyback," kata Tanri, Jumat, 22 Maret 2019. Kecuali, jika Indosat dijual dengan harga sangat murah dan secara komersial menguntungkan bagi Indonesia, barulah langkah itu bisa dipertimbangkan.
Namun, Tanri yang juga pernah menjabat sebagai Komisaris Utama PT Telkom Indonesia itu menyebutkan, dengan perhitungan strategis, buyback Indosat tidak perlu dilakukan karena perusahaan BUMN sudah cukup kuat di sektor tersebut. Lagipula, dengan komposisi saat ini, persaingan industri telekomunikasi di dalam negeri juga menjadi lebih intens.
Baca: Sandiaga Janji Buyback, Saham Indosat Turun ke Level Rp 2.830
Imbas dari persaingan yang ketat itu, kata Tanri, adalah peningkatan pelayanan dan efisiensi. "Jadi menurut saya biarkan saja, enggak usahlah pemerintah buyback, Telkom dengan Telkomselnya sudah menjadi raja, ngapain lagi?" kata Tanri yang kini menjadi salah satu komisaris PT Pertamina (Persero).
MAJALAH TEMPO