TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik The Habibie Center, Bawono Kumoro, meminta mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said untuk menunjukkan bukti terkait pertemuan rahasia antara Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan bos Freeport McMoRan Inc. James R Moffett pada 2015 lalu.
Baca: Pertemuan dengan Bos Freeport, Jokowi: Ya Ketemu Bolak Balik
Bukti itu, menurut Bawono, penting karena bisa menjelaskan ke publik bahwa pertemuan yang disebut-sebut rahasia tersebut benar adanya. Jika tidak, publik akan mempertanyakan motivasi Sudirman Said yang kini menjadi Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi itu. "Jadi apakah statement tersebut sebagai bentuk serangan balasan?" kata Bawono, Jumat, 22 Februari 2019.
Bawono juga khawatir bila hal ini dibiarkan berlarut-larut akan bergulir dan menjadi permasalahan hukum dan terkategori fitnah. "Kalau itu diungkapkan sebagai serangan balasan dan tidak disertakan bukti-bukti tersebut patut disayangkan."
Pertanyaan Bawono itu menanggapi cerita Sudirman Said pada hari Rabu lalu. Saat itu, Sudirman Said menyebutkan pada pada 7 Oktober 2015, ketika dirinya masih menjabat sebagai Menteri ESDM dipanggil mendadak oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
Akan tetapi, ketika sampai di Istana, Sudirman Said diberitahu oleh ajudan Presiden Jokowi untuk menganggap tidak ada pertemuan itu. Meski begitu, dia tetap diperintahkan menghadap Presiden.
Sesampainya Sudirman Said di ruangan kerja Jokowi, terlihat ada James R. Moffett, yang kala itu menjabat sebagai Executive Chairman Freeport McMoRan, sedang mengadakan pertemuan dengan Jokowi. Di sana Sudirman diperintahkan Jokowi untuk membuat draft mengenai kesepakatan pembelian saham.
"Dan tidak panjang lebar, Presiden hanya katakan 'tolong siapkan surat, seperti yang dibutuhkan, kira-kira kita ini ingin menjaga keberlangsungan investasi lah', nanti dibicarakan setelah pertemuan ini, 'baik pak Presiden'. Maka keluarlah saya bersama Pak Jim Moffett ke suatu tempat," ujar Sudirman di acara bedah buku bertajuk 'Satu Dekade Nasionalisme Pertambangan' , Rabu lalu, 20 Februari 2019.
Moffett lalu menyodorkan draf kesepakatan. Menurut Sudirman, draf itu tidak menguntungkan Indonesia. "Pak Moffett sodorkan draft, kira-kira surat yang dibutuhkan seperti itu. Saya bilang sama Moffet 'this is not the way I do business, kalau saya ikuti draft-mu, maka yang akan ada Presiden negara didikte korporasi'," kata Sudirman Said.