TEMPO.CO, Tokyo - Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan mempresentasikan sejumlah pencapaian dalam perekonomian Indonesia dalam pertemuan dengan para analis pasar Jepang hari ini, Kamis, 31 Januari 2019. Pertemuan ini di antaranya ditujukan untuk menggali masukan dari kalangan pasar agar pada akhirnya lebih banyak investor Jepang menanamkan modalnya di Indonesia.
Baca juga: BI: Indikator Ekonomi RI Ini yang Dilirik Investor Jepang
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara dan Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara secara bergantian menayangkan presentasi dan menjawab pertanyaan dari kalangan analis pasar.
Dalam presentasinya, Mirza menyebutkan tren realisasi investasi di Indonesia terus meningkat. Tak hanya itu, pertumbuhan kredit untuk sektor riil menunjukkan perbaikan. "Sementara rasio NPL gross terlihat membaik sebelum masa taper tantrum di 2013," ujar Mirza di tengah pertemuan dengan para analis pasar di Hotel Conrad, Tokyo, Kamis, 31 Januari 2019.
Sejumlah sektor riil yang terlihat laju kreditnya mengalami kenaikan signifikan dalam tiga tahun terakhir adalah transportasi, pertambangan, manufaktur, konstruksi, agrikultur dan konstruksi. Kredit di sektor transportasi misalnya tumbuh 19 persen selama 2018, atau naik ketimbang 2017 dan 2016 masing-masing di angka 6,22 persen dan -3,2 persen.
Sementara kredit sektor pertambangan pada tahun lalu sebesar 21,39 persen. Angka ini melonjak bila dibandingkan per 2017 dan 2016 masing-masing -10,14 persen dan -6,6 persen.
Adapun kredit sektor transportasi selama tiga tahun terakhir terlihat terus naik. Jika pada 2016, kredit di sektor ini tumbuh -3,2 persen, dan naik menjadi 6,22 persen dan 19 persen di 2018.
Dari sisi moneter, menurut Mirza, meskipun terlihat ada depresiasi nilai tukar rupiah belakangan ini, tapi tidak mengkhawatirkan. "Rupiah tidak terburuk di Asia," tuturnya. BI bersama pemerintah juga telah mengambil sejumlah kebijakan untuk menguatkan kurs rupiah.
Sementara itu, Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan pertumbuhan di sektor konstruksi yang tinggi sebagai imbas dari komitmen pemerintah mendorong infrastruktur selama lima tahun terakhir. "Pemerintah juga terus mendorong agar investasi di sektor riil tumbuh dengan memberikan sejumlah insentif bagi para penanam modal," katanya.
Salah satu insentif perpajakan yang dirilis pemerintah adalah tax holiday. Insentif ini diberikan kepada industri hulu dan bergerak di sektor strategis.
Hingga kini, kata Suahasil, tercatat 12 perusahaan yang mendapat insentif tersebut dengan total investasi Rp 210,8 triliun dan menyerap 10.587 tenaga kerja. Adapun sejumlah sektor industri yang mendapat insentif tax holiday adalah di bidang infrastruktur kelistrikan, industri hulu berbasis metal dan industri kimia organik.
Dari sisi kaca mata makro ekonomi, menurut Suahasil, di tengah volatilitas keuangan global, perekonomian Indonesia masih menunjukkan kinerja yang baik. Fundamen perekonomian terlihat dari pertumbuhan PDB yang sehat dan didorong oleh konsumsi domestik yang tinggi.
Secara simultan, kinerja investasi menjadi motor pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Inflasi yang rendah dan stabil, serta daya beli masyarakat dan tingkat konsumsi bisa dijaga," ucapnya.
Pemerintah pun, menurut Suahasil, berkomitmen mendorong reformasi agar bisa meningkatkan daya saing. Sejumlah upaya meningkatkan daya saing dilakukan misalnya dengan reformasi struktural di antaranya lewat Online Single Submissien (OSS) yang pada intinya berusaha menyederhanakan prosedur untuk genjot investasi dan sektor pariwisata.