TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Muhammad Chatib Basri memuji kinerja dari Menteri Keuangan saat ini, Sri Mulyani Indrawati. Menurut Chatib, bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia ini berhasil membuat sejumlah indikator perekonomian Indonesia tetap bagus mesti banyak tekanan.
Simak: Prabowo Sebut Indonesia Setingkat Haiti, Sri Mulyani: Adoh!
"Menurut saya Ibu Sri Mulyani terlalu humble untuk bilang sesuatu yang terjadi," kata Chatib dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Januari 2019. "I took it personally, prestasinya sangat baik."
Sri Mulyani juga hadir dalam diskusi ini dan menjadi pembicara pertama. Ia menyampaikan bahwa Ia bersyukur pemerintah bisa menutup tahun 2018 dengan sangat baik. Estimasi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 sebesar 5,17 persen, inflasi dijaga rendah di angka 3,5 persen, dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa diraih di bawah target yaitu 1,76 persen. "Kami terus menjaga agar kapal (Indonesia) ini tidak oleng."
Ada dua sebab Chatib memuji Sri Mulyani. Pertama karena tahun tekanan ekonomi di 2018 yang dihadapi Sri Mulyani lebih berat ketimbang tahun 2013 yang pernah dihadapinya. Di tahun 2013, memang terjadi gejolak ekonomi tapi hanya disebabkan oleh satu faktor yaitu kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat The Fed yang menaikkan suku bunga. Akibatnya, dana pun pindah cepat ke AS
Tapi di tahun 2018, kata Chatib, Sri Mulyani menghadapi dua tekanan global, yaitu kenaikan suku bunga AS dan perang dagang negara itu dengan beberapa negara lain seperti Meksiko dan Cina. Tak sampai di situ, Sri juga harus menghadapi ketidakpastian ekonomi dari kebijakan Presiden AS Donald Trump. Tapi, kata Chatib, Sri Mulyani berhasil menghadapinya dengan menerapkan instrumen fiskal yang tepat. "Saya mesti bilang, seandainya fiskal terlambat untuk menyesuaikan, rupiah bisa jatuh hingga Rp 15.200 per dolar AS."
Kedua, kata Chatib, Sri Mulyani bisa membuat indikator perekonomian Indonesia tetap baik meski ada penyesuaian dari sisi fiskal untuk menghadapi tekanan global. Chatib memuji capaian defisit 1,76 persen yang lebih rendah dari proyek pemerintah yaitu sebesar 2,19 persen. "Itu luar biasa sekali."
Lalu, kata Chatib, pertumbuhan ekonomi masih bisa dijaga di level 5,1 hingga 5,2 persen. Capaian ini, kata dia, jauh lebih baik dari apa yang dialaminya saat menjadi menteri di tahun 2013. Saat ini, pertumbuhan ekonomi terpaksa turun dari 6,1 persen menjadi 5,8 persen. "Defisit waktu itu juga gak bisa serendah ini, saya juga harus naikkan harga BBM untuk menjaga fiskal," ujarnya.