TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga independen di bidang riset dan edukasi kesehatan meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM tidak diskriminatif dalam mengawasi berbagai produk yang dianggap mengandung gula tinggi. Termasuk saat menyikapi polemik susu kental manis (SKM) yang belakangan ramai diberitakan.
Permintaan itu disampaikan Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters), nama lembaga independen itu di Jakarta, Rabu, 4 Juli 2018. Chairman & Founder Chapters Luthfi Mardiansyah menilai BPOM cenderung tidak terbuka dan diskriminatif dalam menangani produk-produk yang dianggap mengandung gula tinggi dan berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat. "Ini dapat membingungkan masyarakat," kata Luthfi dalam rilisnya.
Pernyataan Luthfi menanggapi penerbitan Surat Edaran BPOM Nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu BPOM Suratmono pada 22 Mei 2018 ini secara spesifik hanya mengubah ketentuan iklan serta label susu kental dan analognya.
Baca: Kementerian Kesehatan Tegaskan Kadar Gula Susu Kental Manis Sangat Tinggi
Edaran tersebut mengandung sejumlah larangan dalam label dan iklan susu kental manis, seperti menampilkan anak-anak di bawah lima tahun, penggunaan visualisasi bahwa produk Susu Kental dan analognya setara produk susu lain, serta pemakaian visualisasi gambar susu cair dan atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk konsumsi sebagai minuman.
Susu kental manis. finecooking.com
"Khusus iklan, dilarang ditayangkan pada jam tayang anak-anak. Produsen, importir, dan distributor produk Susu Kental dan analognya harus menyesuaikan paling lama enam bulan sejak surat edaran ditetapkan," tulis Suratmono dalam surat edarannya.
Menurut Luthfi, khusus kasus susu kental manis, indikasi tekanan terhadap BPOM sangat kuat. Sudah sejak lama BPOM mengizinkan produsen SKM mengedarkan produk sesuai label dan iklan saat ini. "Saya juga tidak tahu kenapa baru sekarang tiba-tiba, apakah ada kepentingan dibalik itu atau tidak," katanya.
Profesor Hardinsyah, Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan) Indonesia, juga menilai Surat Edaran BPOM sangat spesifik terhadap produk tertentu. Padahal, lanjutnya, jika dilihat di pasaran masih banyak produk pangan yang lebih manis yang dapat mengakibatkan kegemukan jika dikonsumsi berlebihan. "Menurut saya aturan untuk susu kental manis atau SKM ini tidak fair".
Hardinsyah menjelaskan terdapat dua jenis susu kental manis, yaitu krimer kental manis dan susu kental manis full cream. Krimer berfungsi sebagai pelengkap, sedangkan susu kental manis full cream berfungsi sebagai penyedia nutrisi karena mengandung vitamin, mineral, dan protein. Keduanya mengandung padatan susu yaitu sekitar 10-20 persen.
Menurut Hardinsyah, susu kental manis bahkan lebih baik dari minuman atau makanan berpemanis lain yang kandungan kalorinya lebih tinggi. "Di pasaran saat ini ada ratusan produk makanan minuman manis yang tidak diatur, yang kandungan pemanisnya lebih tinggi dari susu kental manis dan klaim sebagai produk pangan bergizi," kata Hardinsyah.
Amaliya, Pendiri sekaligus Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) berpendapat setiap penerbitan sebuah aturan termasuk di bidang kesehatan semestinya didahului penelitian yang mendalam. Khusus mengenai susu kental manis, sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang menegaskan produk tersebut merupakan faktor utama penyebab berbagai penyakit seperti obesitas, diabetes, gizi buruk, dan kerdil (stunting).
Dosen Universitas Padjajaran Bandung ini menambahkan berbagai penyakit akibat gula banyak muncul akibat pola konsumsi pangan masyarakat yang tidak seimbang. Salah satu buktinya, kasus gizi buruk tidak hanya terjadi pada anak-anak dari keluarga kurang mampu, melainkan juga dari masyarakat kaya.
Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan hampir sepertiga anak yang stunting berasal dari keluarga kaya. Untuk mengantisipasi berbagai persoalan tersebut seluruh pemangku kepentingan seharusnya memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pola hidup sehat.
Dalam surat edarannya mengenai produk susu kental manis, BPOM merujuk Pasal 100 ayat (1) dan Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 44 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan untuk memperhatikan Label dan Iklan Susu Kental dan Analognya dilarang menampilkan anak-anak berusia di bawah lima tahun dalam bentuk apa pun.