TEMPO.CO, Jakarta - Sri Mulyani tidak pernah bercita-cita menjadi Menteri. Sejak kecil, Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Jokowi itu mengatakan selalu tertarik untuk menjadi pengajar.
"Waktu kecil, saya pingin jadi guru TK, I love children, menyanyi, lihat wajah mereka, lihat mereka gembira, ekspresi mereka, bagaimana kalau mereka takut, bagai mereka berinteraksi, itu membuat adrenalin saya muncul," kata Sri Mulyani dalam diskusi di XXI Epicentrum, Jakarta, Sabtu, 12 Mei 2018.
Baca: Sri Mulyani: Pemerintah Awasi Pasar Utang Negara
Duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sri Mulyani mengatakan cita-cita untuk jadi guru TK berubah. Perubahan itu terinspirasi dari seorang guru bahas Inggris di SMP-nya yang dinilai menarik.
Sri mengatakan, guru perempuan itu selalu berpakaian rapi, mampu menjelaskan pelajaran dengan baik serta memiliki gesture tubuh yang menyenangkan. "Ah mungkin saya mau jadi guru bahasa Inggris saja," katanya.
Duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), Sri Mulyani memilih IPA, jurusan yang telah dipilih oleh enam saudaranya terlebih dahulu. Tamat SMA, Sri Mulyani mengatakan telah diterima di Institute Pertanian Bogor (IPB) tanpa tes. Namun, Sri Mulyani memutuskan tak mengambilnya.
"Saya bilang kurang kreatif, kurang lucu, saya pingin ngambil jurusan sosial aja. Terus ibu saya bingung, jurusan apa? (tanya ibunya), ekonomi (jawab Sri Mulyani)," katanya.
Pilihan itu memang mendapat pertanyaan besar dari kedua orang tua Sri Mulyani. Lahir dari ibu dan bapak yang berprofesi sebagai dosen, Sri menuturkan jurusan ekonomi tidak populer di keluarganya. Enam saudaranya yang lain mengambil jurusan yang berorientasi menjadi dokter atau insinyur.
"Nanti kamu itu nerima uang di bank itu (kasir), itu bayangan ibu saya," kata Menteri terbaik dunia versi di World Government Summit itu sambil tertawa.
Namun, Sri Mulyani tetap pada pilihannya, mengambil jurusan ekonomi di Universitas Indonesia. Tujuan dia adalah untuk menjadi dosen ilmu ekonomi. "Mau jadi dosen dan peneliti, saya suka buku, dan data, juga psikologi, karena ekonomi ini juga ada psikologinya," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.