TEMPO.CO, Jakarta - Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan secara teknikal pada weekly chart Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), masih belum menunjukan adanya tanda-tanda koreksi. Menurut dia, untuk penguatan terbatas masih ada peluang pada pekan depan.
Selain itu, ia melihat The Fed akan menaikan tingkat suku bunga acuan secepatanya pada Maret mendatang. "Karena hasil perilisan data inflasi AS yang di atas ekspetasi para pelaku pasar," ujar Nafan saat dihubungi, Sabtu, 17 Februari 2018.
Alhasil, inflasi yang tinggi di AS harus diimbangi oleh kenaikan tingkat suku bunga acuannya oleh The Fed untuk menstabilkan mata uang dolar AS.
Simak: Saham Aneka Industri Dorong Penguatan IHSG
Adapun implikasinya, menurut Nafan, jika negara-negara lain termasuk negara emerging market tidak mampu melakukan antisipasi dengan baik, maka capital outflow akan terjadi. Ia merasa, hal tersebut wajar sebab kenaikan suku bunga AS berpeluang menciptakan capital inflow terhadap market AS.
"Secara policy pun mendukung, seperti tax reform AS dan program infrastuktur masif yang dilaksanakan oleh pemerintah Trump dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi AS," kata dia.
Sementara itu, menurut Analis Danareksa Sekuritas Lucky Bayu Purnomo peluang koreksi IHSG wajar terjadi karena indeks telah berada pada teritori tertinggi. Apabila nanti dikaitkan dengan The Fed, perubahan tersebut tidak menjadi pokok persoalan yang utama.
"Indonesia masih melihat kondisi dan sentimen dalam negeri lebih dominan daripada US market," kata Lucky saat dihubungi, Sabtu, 17 Februari 2018. Untuk saham komoditi, Lucky mengatakan masih mengalami koreksi karena dalam satu pekan terakhir crude oil sempat menguji angka di bawah angka psikologis yakni US$ 60 per-barrel.
Karena itu, ruang pelemahan tersebut dimaknai sebagai kesempatan pelaku pasar untuk melakukan profit taking khusus di komoditi antara lain minyak, emas, batu bara, nikel, dan timah.