TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi mengatakan karakter pegawai perusahaan khususnya badan usaha milik negara (BUMN) baru bisa menunjukkan daya saing dan kinerja maksimal jika memiliki atau mendapatkan kompetitor.
Presiden Joko Widodo mengatakan jika tidak ada kompetitor, yang muncul adalah budaya lamban dan tidak kreatif.
Baca juga: Tanggapi Pendapat Infrastruktur Tak Penting, Ini Status FB Jokowi
"Karena tidak adanya kompetitor dan berada di kehidupan zona nyaman, melahirkan budaya lamban. Kita biasanya baru bereaksi setelah adanya kompetitor," katanya dalam acara Forum Rektor Indonesia (FRI) di gedung AP Pettarani, Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis, 15 Februari 2018.
Dia memberikan contoh perusahaan BRI. Saat dia masih duduk di tingkat sekolah menengah pertama, para pegawai BRI itu sudah pulang dan menutup kantor layanan pada pukul 13.00.
Konsep dan desain bangunannya begitu sederhana dan bahkan loketnya juga tidak bagus. Hal tersebut, kata Jokowi, dikarenakan belum adanya kompetitor yang menjadi pesaingnya saat itu.
Namun setelah munculnya bank-bank milik swasta dan asing yang begitu banyak, BRI mulai bergegas dan tampil lebih cepat untuk bisa bersaing dan tidak tertinggal dan ditinggalkan nasabah.
Selain BRI, hal itu juga berlaku bagi bank pemerintah yang lain, seperti BNI dan Mandiri, yang juga berfokus untuk lebih baik. Kondisi itu membuat pegawai bank pemerintah tidak jarang harus pulang lebih larut demi memberikan pelayanan maksimal.
"Tapi alhamdulillah, bank-bank pemerintah sudah bisa berdaya saing dengan keuntungan yang begitu luar biasa besarnya. BRI bukan milik swasta dan asing. Artinya bank pemerintah pun bisa berkompetisi dengan bank asing dan bahkan bisa mendapatkan keuntungan Rp 29 triliun pada 2017," katanya.
Hal yang sama juga diraih Mandiri yang keuntungannya juga begitu besar, yang diprediksi Rp 20-an triliun. Termasuk pula BNI yang kini menjadi salah satu bank pilihan masyarakat di Tanah Air.
Begitu pun kondisi Garuda Indonesia pada 70-an begitu sederhana. Namun hadirnya puluhan maskapai asing dan swasta yang masuk dan beroperasi di Indonesia, membuat manajemen bergerak dan berhasil menjadi salah satu terbaik di Indonesia bahkan dunia.
"Pertamina, tahun 70-80 begitu tidak teratur, tapi setelah ada produsen yang masuk dan beroperasi, barulah bergerak untuk memperbaiki kinerja dan itu akhirnya berhasil. Artinya kita itu baru bisa bangkit jika diberi kompetitor dan keuntungan Pertamina tercatat Rp 36 triliun," kata Presiden Jokowi.
ANTARA