TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman atau Kementerian Kemaritiman meminta kepada negara-negara yang telah mengeluarkan travel warning (peringatan berkunjung atau berwisata) akibat erupsi Gunung Agung di Bali untuk merevisi peringatan tersebut. Selain itu, Kementerian Kemartiman juga meminta konsuler asing dan perwakilan dari tiap negara yang telah mengeluarkan travel warning supaya melaporkan kondisi yang sebenarnya kepada pemerintahnya masing-masing.
Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim, Arief Havas Oegroseno setelah mengundang perwakilan diplomatik dan konsuler asing ke Kantor Kementerian Maritim, Jumat, 22 Desember 2017. “Kami mengundang beberapa perwakilan dari kedutaan besar negara asing yang mayoritas menyumbang turis bagi kita terutama di Bali. Kami menyampaikan kepada mereka bahwa kondisi di Bali tidak seburuk yang dibayangkan,” kata Havas dalam kerangan tertulis yang diterima Tempo pada Sabtu, 23 Desember 2017.
Adapun negara-negara yang diundang adalah Inggris, China, Belgia, Jerman, Australia, Korea Selatan, Singapura, Swiss, Jepang, Bangladesh, Filipina, Belanda, Prancis, Qatar dan Maroko.
Sabtu siang, 23 Desember 2017 pukul 12.57 WIB, Gunung Agung kembali mengalami erupsi kecil dan sesaat. Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNP) yang dikutip dari pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tinggi erupsi mencapai 2500 meter dan tidak ada dampak besar yang ditimbulkan dari erupsi ini. Diperkirakan hanya terjadi hujan abu tipis di sekitar puncak Gunung Agung.
Laporan BNPB juga menyertakan informasi bahwa status awas dan berbahaya hanya berlaku pada radius 8 hingga 10 kilometer dari puncak Gunung Agung. Di luar radius tersebut, BNPB menyatakan bahwa wilayah Bali masih aman dan bisa berjalan normal.
Havas menuturkan bahwa dengan mencabut larangan tersebut Kemerian Kemaritiman berharap wisatawan bisa mengetahui langsung bagaimana aktivitas yang sebenarnya terkait erupsi Gunung Agung di Bali. Apalagi dua wilayah favorit bagi para wisatawan seperti Nusa Dua dan Denpasar jaraknya sangat jauh dari aktivitas Gunung Agung yakni sekitar 60 hingga 70 kilometer dari puncak gunung.
Havas menuturkan pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai simulasi dengan memperhitungkan dari laporan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam hal ini laporan PVMBG. Misalnya, pemerintah terus memonitor perkembangan arah angin terutama efek yang bisa ditimbulkan jika kembali terjadi erupsi yang besar.
Pemantauan arah angin tersebut, menurut Havas, terkait dengan kemungkinan ditutupnya jalur transporasi termasuk rute penerbangan jika arah angin dimungkinkan menganggu jadwal penerbangan di Bandara Gusti Ngurah Rai, Bali. “Analisa dari BMKG, arah angin pada 21 Desember 2017 hingga akhir Maret 2018 akan mengarah ke utara bukan ke selatan (letak Bandara Ngurah Rai),” ucap dia.