TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri menyatakan isu penggunaan data registrasi kartu prabayar dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK) untuk memenangkan Joko Widodo dalam pemilihan presiden 2019 tidak masuk akal.
"Enggak masuk akal kalau nomor kartu keluarga digunakan untuk kepentingan politik," kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrulloh di Jakarta, Selasa, 7 Oktober 2017.
Baca juga: Registrasi Kartu Prabayar, Kemendagri: Data Pribadi Aman
Zudan menceritakan banyak menerima permintaan untuk membatalkan kebijakan registrasi kartu SIM menggunakan NIK dan KK. "Karena akan dipakai Pak Jokowi untuk kepentingan politik," ujarnya menirukan permintaan tersebut.
Menanggapi permintaan itu, Zuldan menjawab, untuk maju pilpres 2019, calon presiden tidak memerlukan data kependudukan. Namun, kata dia, capres butuh dukungan koalisi partai politik.
Lagipula, kata Zuldan, kalau butuh data kependudukan, Presiden tak perlu memintanya melalui jaringan operator seluler. "Minta saja langsung ke saya Dirjen Dukcapil. Wong dia presidennya," tuturnya.
Zuldan menuturkan, setiap tahun, lembaganya melaporkan jumlah penduduk Indonesia kepada presiden. Laporan tersebut, kata dia, mencakup data penduduk hingga tingkat kecamatan dan desa. "Jadi enggak masuk akal kalau registrasi kartu prabayar ini untuk kepentingan politik," katanya.
Sebelumnya, sempat beredar sejumlah informasi palsu mengenai bahaya registrasi kartu prabayar menggunakan NIK dan KK. Salah satu pesan menyebutkan data NIK dan KK dapat digunakan untuk pemenangan calon legislatif dan calon presiden dalam pilpres 2019.