TEMPO.CO, Jakarta - Chief Executive Officer Tokopedia Wiliam Tanuwijaya mengatakan regulasi pajak e-commerce harus adil untuk semua pelaku bisnis di Internet. Menurut Wiliam, pajak juga perlu berlaku bagi kanal penjualan lain, seperti sosial media.
“Kami pikir e-commerce punya model bisnis yang berbeda-berbeda. Kalo tidak adil, maka akan berbahaya. Harusnya ada dialog antara regulator untuk menentukan regulasi pajak yang tepat sasaran,” katanya di kantor JNE, Tomang Raya, Jakarta Barat, Senin, 16 Oktober 2017.
Pemerintah akan menerbitkan aturan pajak untuk sektor jual-beli online (e-commerce) dalam waktu dekat. Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiaestadi mengatakan pajak tersebut akan ditagih kepada pemilik kanal e-commerce dan nilainya akan dihitung berdasarkan jasa kurir yang mengirimkan produk yang dijual tersebut. “E-commerce itu barangnya dikirim, kan bukan online. Kita bisa hitung dari kurirnya itu,” ujarnya pada 6 Oktober lalu di Bursa Efek Indonesia.
Wiliam menuturkan mayoritas penjual di Tokopedia tidak hanya menjajakan produknya di satu tempat, tapi juga di marketplace lain, toko offline, dan sosial media. “Sementara konsep pajak di Indonesia untuk di bawah Rp 4,8 miliar dikategorikan sebagai UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), yang konsep pajaknya berbeda dengan yang berpenghasilan di atas Rp 4,8 miliar,” ucapnya. Dengan begitu, menurut Wiliam, setiap penjual perlu dengan jujur melaporkan seluruh jumlah penghasilan sesuai dengan sumbernya.
Menurut Wiliam, yang mendesak untuk dilakukan adalah dialog antara regulator dan asosiasi industri e-commerce, yaitu Indonesian E-Commerce Association (iDea). “Dialog ini harus dilakukan asosiasi industrinya, tidak boleh satu-satu. Sebab, kalau hanya oleh pemain, nantinya punya kepentingan yang berbeda-beda,” tuturnya.
RIANI SANUSI PUTRI