TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Bidang Pemberdayaan Petani Forum Transparansi Gula Nasional, Ardianto Santoso, mengatakan skema lelang gula rafinasi yang akan diberlakukan pemerintah membuat petani tebu khawatir. Menurut dia, lelang tersebut bisa memperbesar rembesan atau penyimpangan peredaran gula rafinasi, yang seharusnya dipakai industri ke pasar eceran. "Ujung-ujungnya, petani tebu terus merugi karena pasar gula kristal putih (hasil gilingan tebu petani) tergerus gula untuk industri yang merembes," kata dia di Gedung Tempo, dikutip dari Koran Tempo edisi Selasa, 3 Oktober 2017.
Menurut Ardianto, skema lelang yang akan dikelola oleh PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) menyisakan masalah pada alur distribusi gula rafinasi. Sebab, kata dia, batas risiko yang ditanggung pengelola lelang berakhir di gudang penjual. Produsen makanan-minuman selaku pembeli gula rafinasi bisa mengambil sendiri barang hasil lelang ke gudang penjual atau memanfaatkan jasa pengantaran. Cara ini berbeda dengan teknis distribusi sebelum lelang berlaku, di mana penjual atau produsen gula rafinasi mengantarkan produknya ke pabrik makanan atau minuman.
Meski tidak sepenuhnya bebas dari risiko perembesan, Ardianto menilai cara lama menjamin penyaluran gula rafinasi yang lebih terarah karena celah kebocoran bisa terlacak. "Sekarang, siapa yang menjamin gula rafinasi akan benar-benar diolah oleh industri, bukan dibelokkan ke pasar tradisional?" katanya. Ardianto mengaku sudah mengutarakan hal ini dalam pertemuan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi, kemarin.
Sebelumnya, juru bicara Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi, Dwiatmoko Setiono, mengatakan sistem lelang berpotensi menyebabkan gula rafinasi merembes ke pasar. Sebab, kata dia, ada aturan lelang yang mensyaratkan pembelian minimal 1 ton. Padahal kebutuhan industri kecil-menengah rata-rata hanya 50 kilogram hingga 1 kuintal per bulan. Dwiatmoko menyatakan inilah yang membuka peluang munculnya perantara penjualan atau makelar pengadaan gula rafinasi bagi industri kecil. "Tak ada pengawasan terhadap gula rafinasi yang berada di tangan makelar, mau dibawa ke mana selanjutnya," ujar dia.
Dwiatmoko pun mengusulkan agar Kementerian Perdagangan menugasi Perum Bulog atau koperasi yang dikelola pemerintah untuk mendistribusikan gula rafinasi bagi usaha kecil dan menengah. Sebab, Bulog memiliki sejumlah fasilitas dan gudang yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal itu akan memudahkan industri kecil-menengah mengakses gula rafinasi sesuai dengan kebutuhan. "Lokasi Bulog kan lebih dekat dengan IKM," kata Dwiatmoko.
Saat ditemui Tempo di kantornya pekan lalu, Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, yakin skema lelang bisa memperkecil kebocoran distribusi gula rafinasi. "Nanti, setiap kemasan yang keluar dari pelelangan diberi tanda khusus yang bisa dilacak dengan sistem digital," katanya.
Bachrul menduga ada perusahaan makanan dan minuman yang menjual gula rafinasi ke pasar. "Biasanya dilakukan perusahaan yang tidak berstatus perusahaan terbuka," ujarnya. Produsen gula yang memiliki izin impor gula mentah juga tak jarang kedapatan merembeskan gula rafinasi yang mereka olah.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Karyanto Suprih, mengatakan, berdasarkan data Sucofindo, pada 2015, total rembesan gula rafinasi mencapai 300 ribu ton. Ia memastikan bakal menyetop izin impor gula mentah bila produsen kedapatan melanggar.
RETNO S. | ALI N.Y. | ANDI IBNU