TEMPO.CO, Jakarta - Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1 persen dan tumbuh menjadi 5,3 persen pada 2018. Investasi aset tetap dan ekspor menjadi faktor pendorong pertumbuhan.
Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein mengatakan ekonomi Indonesia tetap kuat terlepas dari ketidakpastian global pada tahun ini. "Dengan alokasi yang lebih tinggi untuk infrastruktur publik dan iklim investasi swasta yang makin baik, ekspansi ekonomi kemungkinan masih berlanjut hingga tahun depan," kata dia di The Plaza Office Tower, Jakarta, Selasa, 26 September 2017.
Baca: Genjot Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Fokus Jaga Daya Beli
Wicklein memperkirakan investasi swasta akan meningkat perlahan seiring mulai terlihatnya dampak positif dari reformasi kebijakan guna memperbaiki iklim usaha. Keputusan Standard & Poor's untuk menaikkan peringkat Indonesia ke investment grade diharapkan mempercepat arus modal masuk, termasuk investasi asing langsung.
Country Economist ADB, Emma Allen, mengatakan sisi konsumsi pun dalam kondisi baik. Meski terjadi kenaikan tarif listrik akibat pengurangan subsidi energi, pengeluaran rumah tangga masih tetap kuat. "Keyakinan konsumen tampaknya masih baik berkat kestabilan rupiah dan harapan akan inflasi yang lebih terkendali," kata dia. Rata-rata inflasi diperkirakan sebesar 4 persen di 2017 dan 3,7 persen di 2018.
Namun Emma mengatakan prospek perdagangan Indonesia belum bisa dipastikan. Pasalnya, tingkat pemulihan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi para mitra dagang Indonesia tidak merata. Dia pun mencatat adanya pelemahan harga komoditas sehingga impor tumbuh lebih lambat dibandingkan ekspor pada semester II 2017.
Untuk defisit transaksi berjalan, ADB memperkirakan angkanya sebesar 1,7 persen dari PDB untuk tahun ini. Proyeksi ADB mengalami peningkatan untuk tahun depan yaitu mencapai 2 persen. "Kenaikan ini seiring dengan impor yang lebih tinggi daripada ekspor untuk beberapa proyek investasi publik berskala besar," kata Emma.
Menurut Emma, risiko proyek ini bergantung kepada perkembangan upaya pemerintah dalam memobilisasi penerimaan pajak, harga komoditas global, dan ketidakpastian kebijakan negara maju. Dia menuturkan berbagai risiko tersebut menunjukkan bahwa Indonesia perlu menjaga nilai tukar yang fleksibel, perdagangan dan arus modal terbuka, serta melanjutkan pelaksanaan reformasi struktural.
VINDRY FLORENTIN