TEMPO Interaktif, Jakarta:Asosiasi Pengusaha Penambangan dan Pemasaran Pasir Laut Indonesia (AP4LI) meminta pemerintah agar membuka kembali izin ekspor pasir laut setelah disetop sejak 2003 lalu. “Usaha ini tidak merusak lingkungan kok,” ujar Sekretaris Jenderal AP4LI Erma Hidayat pada seminar sehari di Gedung Lemhanas, Jakarta, Sabtu (14/4). Dia menjelaskan kekhawatiran kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir laut dapat ditepis jika aturan benar-benar diberlakukan. Aturan itu berupa ketentuan pengusaha yang mengantongi kuasa pertambangan (KP) saja yang diperbolehkan melakukan usaha. Erma mengatakan, tidak mudah mendapatkan kuasa pertambangan pasir laut. Untuk itu, pengusaha harus mengurus izin dari tingkat pusat, provinsi, sampai kabupaten. “Semua mensyaratkan analisis dampak lingkungan,” katanya. Erma juga menepis kekhawatiran bahwa ekspor pasir laut akan mengikis wilayah Indonesia karena perluasan wilayah Singapura. Sebab, Singapura sudah menjamin tak merusak tapal batas sesuai kesepakatan tahun 1973.Dalam perkiraan kasar, lanjut Erma, potensi pasir laut di wilayah Kepulauan Riau mencapai 40 miliar kubik. Sebelum ada pelarangan ekspor, harga jualnya US$ 1-2 per meter kubik. “Kalau sudah tak ada yang mau beli, tak ada harganya,” kata dia. Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dalam sambutan tertulisnya menegaskan, usaha penambangan sumber daya laut harus mempertimbangkan tiga aspek utama yakni keharmonisan ruang (spatial harmony), kemampuan pulih (renewable capacity), dan cara-cara yang tidak merusak lingkungan. Harun Mahbub