TEMPO Interaktif, Jakarta:Kalangan analis perbankan menyatakan, rencana Bank Indonesia menggunakan instrumen moneter jangka pendek overnight perlu dikaji secara matang. Ekonom Standard Chartered Bank Fauzy Ichsan menuturkan, penggunaan instrumen itu ada risikonya."Bank Indonesia harus hati-hati karena jika tidak justru akan menambah beban moneter BI. Kan, harus membayar bunga," papar di Jakarta. Bank sentral, ujar dia lebih lanjut, harus mampu mengontrol tingkat bunga dari instrumen overnight tersebut. Tujuannya, agar tidak menimbulkan tambahan beban moneter. Sehingga, diharapkan suku bunga instrumen jangka pendek itu lebih rendah dari bunga Sertifikat Bank Indonesia. “Menurut saya, ini (instrumen moneter jangka pendek) bukan sesuatu yang urgent. Instrumen itu dibutuhkan kalau sedang krisis karena rupiah diserang,“ katanya. Analis perbankan Mirza Adityaswara pun berpendapat senada. Menurut dia, sebelum memutuskan instrumen jangka pendek sebagai alat operasi moneter, BI harus menjelaskan secara detail ke publik. "Mau seperti apa, karena yang namanya overnight itu, fluktuasinya harian," papar dia. Rencana BI menggunakan instrumen jangka pendek overnight dilontarkan Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A. Sarwono pekan lalu. Menurut dia, instrumen itu sudah umum digunakan banyak negara sebagai sinyal atau benchmark suku bunga. "Mereka tidak lagi menggunakan seperti SBI satu atau tiga bulan," katanya. "Melainkan yang jangka pendek, overnight atau tujuh hari." Pemilihan instrumen overnight, kata dia, pun untuk menyempurnakan lelang dalam melakukan operasi moneter. Saat ini, Bank Indonesia masih terus mengkaji rencana penggunaan instrumen tersebut. "Jadi, nanti yang kami umumkan yang overnight. Ini akan menjadi benchmark," ujarnya (Koran Tempo, Sabtu 17/2). Menurut Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dradjad H. Wibowo, penggunaan instrumen jangka pendek overnight bisa menimbulkan volatilitas moneter yang lebih besar. Sehingga, Bank Indonesia harus benar-benar mempersiapkan secara matang terhadap rencana ini. “BI harus benar-benar yakin sudah punya mekanisme dan kemampuan sumber daya manusia yang memadai untuk mengelola volatilitas itu,“ Dradjad, mantan ekonom Indef ini. Mekanisme yang dimaksud, menurut dia, adalah sanksi jika ada pihak yang menyalahgunakan instrumen jangka pendek itu untuk insider trading atau jenis pelanggaran lainnya. “Tapi, memang dengan instrumen moneter jangka pendek, likuiditas bisa lebih cepat tersedia,“ ucapnya. Secara terpisah, Deputi Gubernur BI Aslim Tadjudin mengatakan, karena instrumen moneter bank sentral masih terbatas, maka SBI rata-rata satu maupun tiga bulan. belum akan dihapuskan. Meksipun, keberadaan SBI menyebabkan biaya moneter BI cukup tinggi. "Jika dihapus begitu saja tanpa pengganti, dikhawatirkan akan menimbulkan tekanan inflasi," katanya. SURYANI IKA SARI/ AGOENG WIJAYA