TEMPO Interaktif, Jakarta:Monopoly Watch menuduh Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) telah menjadi kartel yang menguasai industri kehutanan dari hilir sampai ke hulu. Mereka juga menuduh lembaga ini merupakan alat dari pengusaha-pengusaha besar yang tergabung dalam Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO) untuk menghancurkan para pesaingnya. Bubarkan saja APKINDO dan BRIK, kata Sekretaris Komite Eksekutif Monopoly Watch Samuel Nitisaputra saat dihubungi melalui telepon, Kamis petang (10/4). BRIK sendiri dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan Menteri Kehutanan. Pada mulanya, pendirian BRIK dimaksudkan untuk melawan praktek illegal logging dan perdagangan illegal hasil hutan dan produk industri kehutanan dengan melibatkan para pengusaha. Padahal, kata Samuel, para pengusaha itu pun merupakan pelaku illegal logging dan illegal trading. Jadinya ini seperti penjara. Tempat para penjahat berkumpul. Bukannya kapok, tapi justru tambah pintar, katanya. Dalam prakteknya, BRIK mengeluarkan Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK) sebagai salah satu persyaratan bagi pengusaha kehutanan untuk mengekspor produknya. Instrumen ini didasarkan pada Keputusan Menperindag No.32/MPP/Kep/I/2003 tentang ketentuan ekspor produk industri kehutanan. Menurut Samuel, instrumen ini hanyalah alat APKINDO untuk menyingkirkan pesaing dan industri kecil-menengah yang tidak tergabung di APKINDO. Buktinya, sebagian besar anggotanya adalah anggota APKINDO. Bahkan dijajaran Dewan Penasehat diisi oleh wakil asosiasi itu semuanya. Bukti lainnya, untuk mendapatkan pengesahan EPTIK ini setiap pengusaha harus memiliki Nomer Pokok Wajib Pajak (NPWP), menjadi anggota salah satu asosiasi, dan mendapatkan rekomendasi dari BRIK. Masalahnya, BRIK didominasi oleh APKINDO. Apalagi sebagian besar pengusaha kecil menengah kan tidak punya NPWP, kata Samuel. Disamping itu, meski secara resmi proses untuk mendapatkan EPTIK ini tidak dipungut biaya, tapi pada kenyataannya perlu biaya cukup besar untuk memperolehnya. Dia memberi contoh para pengusaha kecil menegah meubel di Jepara yang dipersulit untuk mengekspor produknya. Apalagi ternyata, APKINDO pun ikut terlibat dalam proses tersebut. Ini hanya memperpanjang birokrasi dan mempersulit ekspor, katanya. (Sapto Pradityo-TNR)
Berita terkait
11.091 Peserta Ikuti UTBK SNBT 2024 di Unnes, 57 Peserta Tak Hadir di Sesi I
1 menit lalu
11.091 Peserta Ikuti UTBK SNBT 2024 di Unnes, 57 Peserta Tak Hadir di Sesi I
Pelaksanaan UTBK SNBT di Unnes hari pertama, puluhan peserta terlabat.