Sri Mulyani Targetkan Setoran Dividen BUMN Rp 43,6 T
Editor
Dewi Rina Cahyani
Rabu, 30 Agustus 2017 15:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pemerintah menargetkan setoran badan usaha milik negara (BUMN) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 sebesar Rp 43,697 triliun. Angka tersebut naik 6,6 persen dari target APBN Perubahan 2017 yang mencapai Rp 41,2 triliun.
"Dividen ini akan masuk ke penerimaan negara bukan pajak," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 30 Agustus 2017.
Sri Mulyani menjelaskan, target dividen itu berasal dari 26 BUMN yang sudah melantai di bursa (Tbk) sebesar Rp 23,14 triliun, kemudian dari 81 BUMN non-Tbk Rp 19,5 triliun, 18 BUMN yang merupakan shareholder pemerintah bersifat minoritas Rp 112 miliar, serta 5 BUMN di bawah Kementerian Keuangan Rp 906 miliar.
Sri Mulyani mengatakan BUMN juga dapat berkontribusi terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan laporan kinerja Kementerian BUMN hingga semester pertama 2017, dari 118 BUMN, telah didapatkan setoran dividen Rp 32 triliun dan pajak Rp 97 triliun atau total Rp 129 triliun. Sedangkan laba bersih total mencapai Rp 87 triliun dengan total aset Rp 6.694 triliun.
"Meskipun demikian, ada BUMN yang belum mampu membayar dividen karena mereka masih menghadapi keuangan yang tidak baik," katanya. BUMN yang diwajibkan menyetor dividen adalah BUMN dengan kondisi keuangan (cash flow) dan likuiditas yang sehat, kinerja laba positif atau tidak sedang merugi dalam setahun atau menanggung akumulasi kerugian.
Baca: Laba Bersih BUMN Semester I Rp 87 Triliun, Turun Rp 1 Triliunan
"Yang belum mampu bayar dividen kalah karena persaingan usaha dan efisiensi, misalnya Garuda Indonesia, PT PAL, Krakatau Steel, Bulog, dan Balai Pustaka," tuturnya. Kemudian BUMN yang masuk kategori telah merugi cukup lama dan sedang dalam proses restrukturisasi di antaranya PT Nindya Karya, Merpati Nusantara Airlines, dan Jakarta Lloyd.
Sri Mulyani menuturkan pemerintah berharap aset negara yang ada di dalam BUMN dapat menghasilkan kinerja yang sama baik atau bahkan lebih baik dari swasta. Namun Sri Mulyani mengakui, di satu sisi, BUMN juga memiliki visi-misi pembangunan yang harus dipenuhi. "Kami berharap kinerja BUMN yang sudah maupun belum menghasilkan dividen bisa diperbaiki, diukur manfaatnya bagi ekonomi dan masyarakat, juga bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah juga mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk mendanai investasi dan keberlangsungan usaha. "Jangan sampai mengambil dividen, tapi semakin melemahkan perusahaan," ucapnya.
Besaran dividen yang disetor disesuaikan dengan arus keuangan, solvabilitas, likuiditas, dan rasio-rasio keuangan lain, sehingga ditemukan jumlah dividen yang dianggap optimal. Sri Mulyani menjelaskan, dalam membayar dividen, perusahaan-perusahaan BUMN dikategorikan dalam tiga payout ratio, yaitu rendah, sedang, tinggi, atau berkisar antara nol dan 50 persen. "Untuk nol persen yang tidak bayar dividen, yang merugi atau memiliki laba negatif atau punya akumulasi kerugian, juga persoalan cash flow," katanya.
Sri Mulyani berujar BUMN dengan payout ratio rendah atau di bawah 20 persen adalah BUMN yang bidang usahanya didedikasikan pada pemberian jaminan pelayanan sosial, termasuk jaminan hari tua dan lingkungan hidup, seperti Taspen, Asabri, dan Perhutani.
Dia menambahkan, ada pula BUMN yang membayar dividen dalam tingkat moderat yang bersifat komersial, tapi mendapatkan penugasan pemerintah. "BUMN komersial yang bisa membayar payout ratio tinggi memang yang secara sektoral kompetitif dan punya likuiditas yang cukup bagus," ujarnya.
GHOIDA RAHMAH