Sri Mulyani : Revaluasi Barang Milik Negara Agar Aset Tidak Idle
Editor
wawan priyanto
Rabu, 30 Agustus 2017 07:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pentingnya melakukan penilaian kembali (revaluasi) Barang-barang Milik Negara (BMN). Hal itu dilakukan untuk pengelolaan BMN ke depannya.
Pemerintah bisa mengidentifikasi aset-aset yang idle dan memanfaatkannya kembali untuk kepentingan masyarakat. “Negara-negara maju itu inovatif dan produktif. Mereka tahu bagaimana sebuah aset dapat digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Singkatnya, aset harus bekerja dan tidak idle,” kata Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 29 Agustus 2017.
Untuk melakukan revaluasi ini, kata dia, diperlukan adanya data awal dan dokumen pendukung dari masing-masing lembaga selaku pengguna barang. Para pengguna barang juga diharapkan melakukan inventarisasi atas barang-barangnya.
Baca: Bea Cukai Karimun Hibahkan Ribuan Kilogram Barang Milik Negara Hasil Penindakan
Program berskala nasional itu ditargetkan rampung pada 2018 mendatang. Program yang melibatkan sekitar 900 pegawai yang tergabung dalam 313 tim itu akan melakukan penilaian terhadap sekitar 934 ribu barang yang terdiri atas sekitar 108 ribu bidang tanah, 435 ribu gedung dan bangunan, serta 391 ribu jalan, irigasi, dan jaringan yang dimiliki negara hingga 31 Desember 2015.
Pada 2016 lalu, nilai BMN tercatat sebesar Rp 2.188 triliun. Sri Mulyani menilai program revaluasi Barang Milik Negara merupakan langkah yang baik untuk mengetahui kembali detail aset BMN yang dimiliki negara. “Agar dapat diperoleh nilai yang terbaru,” ujarnya.
Revaluasi, kata dia menjadi penting agar masyarakat mengetahui mengenai adanya operasi pemerintah yang menghasilkan aset-aset penting, seperti tanah, gedung, hingga infrastruktur. “Selama ini yang muncul adalah soal hutang, padahal sisi aset juga penting untuk diketahui,” kata Sri Mulyani.
Simak: Gitar Jokowi Jadi Barang Milik Negara
Selama ini, Sri Mulyani berujar aset negara belum terdata dan terkelola dengan sempurna. Neraca keuangan saja, kata dia, baru mulai disusun pada tahun 2007. Saat itu, aset yang terdata hanya sebesar RP 229 triliun saja. “Bukan karena apa-apa, tapi karena belum teregistrasi,” dia menjelaskan.
Setelah itu, barulah dilakukan registrasi dan valuasi kembali pada tahun 2010 yang menelurkan data bahwa aset BMN Indonesia bernilai RP 1.224 triliun. Saat ini, saat isu hutang negara mencuat, Sri Mulyani berujar, aset negara mesti divaluasi kembali untuk mengetahui berapa nilai aset BMN yang dimiliki negara meliputi jalan raya, bandara, irigasi, rumah sakit, puskesmas, dan lainnya. “Semua itu dibangun lewat uang negara, termasuk utang,” ucapnya.
Sri Mulyani menjelaskan nilai aset terkini bukan hanya Barang Milik Negara, melainkan juga surat berharga, dan lainnya. Tercatat sebesar Rp 4.799 triliun. Dia berujar saat ini operasi pemerintah sangat besar, namun tidak diikuti oleh kemampuan pendanaan yang setimpal. “Sehingga sebagian dibiayai utang,” kata dia. Dia berujar itulah sebabnya pemerintah mengumpulkan pajak dan menerapkan kebijakan lainnya, yaitu untuk mengakumulasi aset.
Selain aset yang dinilai dalam neraca, Sri Mulyani pun berujar utang dan penerimaan negara juga bermanfaat untuk memperoleh aset lain, yakni pendidikan dan kesehatan masyarakat. “hal itu adalah aset yang tidak dinilai dalam neraca,” ujarnya.
CAESAR AKBAR