Freeport Indonesia Tetap Diwajibkan Lepas 51 Persen Saham
Editor
Dewi Rina Cahyani
Selasa, 8 Agustus 2017 10:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Teguh Pamudji memastikan kewajiban divestasi saham yang harus diserahkan oleh PT Freeport Indonesia sebesar 51 persen. Pemerintah tak akan mengurangi besaran prasyarat negosiasi tersebut meskipun Freeport telah membangun tambang bawah tanah.
"Kami enggak lihat itu tambang bawah tanah atau tidak, tapi divestasi yang harus dilakukan oleh Freeport 51 persen. Yang sudah dilakukan itu 9 koma sekian, ini tinggal 41 koma sekian persen," kata Teguh, di kantornya, Senin, 7 Agustus 2017.
Pemerintah mewajibkan divestasi secara bertahap kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Pada tahun ke sepuluh, 51 persen saham tersebut dapat dimiliki pemerintah. Baru-baru ini, Kementerian ESDM mengajukan proposal porsi sisa saham divestasi yang harus disetorkan Freeport, kepada Kementerian Keuangan.
Selanjutnya, proses divestasi dilakukan secara berurutan dari pemerintah ke daerah. "Kami tidak bicara IPO (initial public offering). Ya kan ada urutannya. Pemerintah, baru BUMD. Yang nanti kita ikuti dulu lah,” tuturnya.
Baca: Dituding Rusak Lingkungan, Freeport Setor Kompensasi Rp 343,13 M
Nilai divestasi masuk dalam poin renegosiasi antara pemerintah dan Freeport yang berlangsung sejak Mei. Sejak status kontrak karya selesai, pemerintah menganggap Freeport telah sepakat beralih operasi sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Juru Bicara PT Freeport Indonesia, Riza Pratama mempertimbangkan penawaran saham perdana (IPO) sebagai alternatif proses divestasi. Freeport belum menentukan jumlah lembar saham yang akan dijual ke publik. "Kami dukung opsi itu sebagai bagian divestasi," kata dia.
Yang terpenting bagi Freeport saat ini yaitu mengantongi izin perpanjangan operasi hingga 2041. Dengan izin tersebut mereka bisa melanjutkan investasi tambang bawah tanah sebesar US$ 15 miliar, dan pembangunan smelter sebesar US$ 2,3 miliar.
Riza mengatakan pembangunan smelter akan dilakukan setelah perusahaan mendapatkan perpanjangan izin tersebut. "Tanpa itu kami tak bisa mendanai."
Deputi bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Fajar Harry Sampurno, mengatakan pemerintah tak ingin pengalaman delisting PT Indocopper Investama, yang pernah memiliki saham Freeport Indonesia di bursa saham melalui Initial Public Offering (IPO) terulang. Indocopper Investama memegang 9,36 persen saham Freeport pada 1994-1995.
"Soal IPO, dulu mereka sudah lakukan. Mereka dulu PT Indocopper di IPO kan, terus dibeli Freeport, dikeluarkan dari IPO, kami tak mau pengalaman begitu," kata Fajar.
DESTRIANITA | DIKO OKTARA