Pertumbuhan Ekonomi Stagnan, Indef: Akibat Konsumsi Lesu

Reporter

Selasa, 8 Agustus 2017 07:00 WIB

Solusi Ekonomi INDEF "Menangkap Peluang Banjir Dana Asing" di Veteran Coffee & Resto, Jakarta, 25 Juli 2016. TEMPO/Atika Nusya

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance atau Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh stagnan atau tak mengalami perubahan 5,01 persen di triwulan II 2017. Hal ini, kata dia, mengindikasikan perekonomian sedang dalam kondisi tidak sehat.

Salah satu penyebabnya adalah konsumsi rumah tangga yang kinerjanya masih di bawah ekspektasi atau tumbuh 4,95 persen (year on year). "Angka ini terbilang rendah karena tahun lalu bisa tumbuh 5,07 persen," ujarnya, saat dihubungi Tempo, Senin, 7 Agustus 2017.

Simak: Indef Beberkan Penyebab Biaya Produksi Padi Indonesia Mahal

Padahal, konsumsi rumah tangga menjadi motor pertumbuhan ekonomi paling utama dengan kontribusi terhadap ekonomi sebesar 56 persen. "Penyebab lesunya konsumsi bisa ditelusuri dari kebijakan pemerintah yang menyesuaikan harga listrik golongan 900 VA."

Dampak tersebut kata dia telah dirasakan pada daya beli masyarakat mulai Januari hingga Juni tahun ini. Perlambatan konsumsi juga terjadi pada kelompok masyarakat atas, di mana mereka memilih untuk menunda konsumsi dan mengalihkan pendapatan ke tabungan. "Motifnya lebih ke berjaga jaga," ucapnya.

Bhima berujar dari sisi belanja pemerintah tahun ini juga tak bisa diharapkan. Penyebabnya adalah penyerapan belanja yang masih rendah dan dampak penghematan anggaran yang juga akan dirasakan di semester II 2017. "Bahkan THR dan Gaji ke-13 pun terbukti belum mampu menangkal pelemahan daya beli," katanya.

Terkait dengan kinerja sektoral, menurut Bhima perlu diperhatikan pertumbuhan industri pengolahan, di mana angkanya tercatat menurun tajam dibandigkan triwulan I sebelumnya, yaitu dari 4,24 persen menjadi 3,54 persen. "Selain itu industri pengolahan masuk ke fase deindustrialisasi dengan share industri yang terus menurun terhadap PDB," ujarnya. BPS mencatat share industri pengolahan hanya 20,26 persen, turun dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 21 persen.

Menurut Bhima, jika fenomena deindustrialisasi terus dibiarkan maka akan terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja secara agregat dan berakibat pada penurunan pendapatan masyarakat secara umum. Dia mengatakan harapan saat ini adalah bertumpu pada investasi dan ekspor.

"Untuk investasi bisa tumbuh 4,78 persen sudah cukup bagus ditengah ketidakpastian ekonomi global," ucapnya. Dia menuturkan untuk ekspor pertumbuhannya di atas ekspektasi yaitu mencapai 8,21 persen. Peningkatannya dipengaruhi oleh perkembangan harga komoditas seperti CPO dan batu bara yang naik dari awal tahun.

"Harapannya dua sektor penunjang ini bisa terus dijaga pertumbuhannya sampai akhir tahun," katanya. Hingga akhir tahun, Bhima memprediksi pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran angka 5-5,1 persen (year on year) atau di bawah target pemerintah 5,2 persen (year on year).

GHOIDA RAHMAH

Berita terkait

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

5 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

8 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

9 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Imbas Perang Iran-Israel terhadap Ekonomi Indonesia

13 hari lalu

Imbas Perang Iran-Israel terhadap Ekonomi Indonesia

Serangan balasan Iran terhadap Israel meningkatkan eskalasi konflik di Timur Tengah. Ketegangan ini menambah beban baru bagi ekonomi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

40 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

41 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

41 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

42 hari lalu

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

Indef menyatakan penjual akan reaktif terhadap kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

42 hari lalu

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

Indef membeberkan dampak kenaikan pajak pertabambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

54 hari lalu

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengungkapkan kriteria ideal Menkeu seperti apa yang dibutuhkan oleh Indonesia di masa mendatang.

Baca Selengkapnya