Menteri ESDM Archandra Tahar. ANTARA/Widodo S. Jusuf
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah belum memutuskan pengelola baru untuk sumur minyak Blok Rokan di Riau. Pengelola Blok Rokan sebelumnya, PT Chevron, belum memberikan kepastian apakah akan memperpanjang kontrak pengelolaannya yang habis pada 2021.
"Blok Rokan berakhir pada 2021. Siapa pengelola Blok Rokan, ini yang jadi pertanyaan, belum diputuskan," kata Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Minggu, 30 Juli 2017.
Namun yang terpenting, menurut Arcandra, pengelola Blok Rokan harus bisa memberikan nilai tambah kepada pemerintah, baik dari segi produksi maupun dari segi bagi hasil atau split. "Itu harus lebih baik buat negara, siapa pun pengelolanya," ujar Arcandra.
Pada 2021, kontrak pengelolaan PT Chevron atas Blok Rokan berakhir. Pemerintah telah dua kali memanggil PT Chevron dan meminta agar mereka memberikan kepastian perpanjangan. Hal itu dimaksudkan agar pemerintah memiliki waktu untuk melakukan evaluasi.
PT Chevron telah mengelola Blok Rokan sejak 1971. Luas wilayah pengelolaan Blok Rokan oleh PT Chevron mencapai 6.264 kilometer persegi. Sumur yang berlokasi di Riau tersebut merupakan salah satu blok yang menyumbang minyak terbesar di Indonesia.
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menyatakan belum menerima surat permohonan dari perusahaan mana pun untuk mengelola Blok Rokan. Hingga kini, pemerintah masih mengevaluasi kontrak pengelolaan sumur minyak tersebut.
Arcandra berharap produksi minyak tidak mengalami penurunan dengan adanya kontrak baru pada 2021. Kontraktor pun mesti memberikan hasil yang lebih baik kepada pemerintah dengan participating interest (PI). Pemerintah mesti mendapat porsi 10 persen dari kegiatan tersebut.
Inginkan Power Wheeling Tetap Dipertahankan di RUU EBT, Anggota DPR: Ada Jalan Tengah dengan Pemerintah
6 Februari 2023
Inginkan Power Wheeling Tetap Dipertahankan di RUU EBT, Anggota DPR: Ada Jalan Tengah dengan Pemerintah
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menginginkan skema power wheeling tetap dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Enerbi Baru dan Terbarukan atau RUU EBT.