TEMPO.CO, Pekanbaru - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengaku belum menerima surat permohonan dari perusahaan mana pun terkait dengan kontrak kerja pengelolaan Blok Rokan di Riau.
"Yang sampai ke meja saya belum ada," kata Arcandra saat ditemui Tempo, Kamis malam, 6 Juli 2017, di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru.
Kontrak bagi hasil sumur minyak terbesar di Indonesia yang selama ini dikelola PT Chevron Pacifik Indonesia itu bakal berakhir pada 2021. Namun sejauh ini pemerintah mengaku masih melakukan kajian ihwal keberlanjutan kontrak pengelolaan Blok Rokan. "Masih kami evaluasi," ujarnya.
Arcandra mengaku hingga kini belum menerima selembar pun surat permohonan pengelolaan Blok Rokan, baik dari PT Chevron maupun dari perusahaan lain yang berminat mengelola blok tersebut, seperti PT Pertamina (Persero) dan BUMD milik Pemerintah Provinsi Riau. "Sejauh ini belum ada."
Menurut Arcandra, siapa pun nanti yang bakal mengelola Blok Rokan, baik itu existing atau kontraktor baru, pemerintah berharap produksi minyak tidak mengalami penurunan dari sebelumnya. "Setidaknya menyamai produksi sebelumnya."
Adapun ketentuan lain kontraktor baru harus memberikan hasil lebih baik kepada pemerintah dengan participating interest (PI). Pemerintah mesti mendapatkan porsi 10 persen dari kegiatan tersebut. "Ini adalah bentuk keberpihakan kita kepada daerah," katanya.
Meski sudah tergolong blok tua, Blok Rokan masih punya potensi besar. Blok ini bahkan menjadi penyumbang produksi minyak terbesar di Indonesia. Sepanjang kuartal pertama tahun 2014, produksi minyak dari blok tersebut mencapai 230.170 barel per hari.
Eks Menteri Pertambangan Soebroto Sebut Industri Hulu Migas Bukan Sunset Industri
28 Oktober 2022
Eks Menteri Pertambangan Soebroto Sebut Industri Hulu Migas Bukan Sunset Industri
Menteri Pertambangan dan Energi RI periode 1978-1988, Soebroto, mengatakan industri hulu minyak dan gas (migas) bukan sunset industri, tetapi menjadi sunrise industri