Keluhan Pengusaha Hotel terhadap Pemotongan Anggaran Pemerintah
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 13 Juni 2017 09:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perhimpunan Asosiasi Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan pemotongan anggaran belanja pemerintah sangat berpengaruh terhadap perkembangan hotel. Dampak yang dialami sektor perhotelan daerah masih terasa sampai sekarang.
Hariyadi mengatakan hotel di daerah sangat bergantung kepada pemerintah yang sering menggunakan fasilitas ruang pertemuan. "Jadi pemotongan anggaran berpengaruh banget di daerah," katanya di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin, 12 Juni 2017.
Baca: Pemerintah Pangkas APBN-P 2016, Ini Tujuannya
Tentang berapa penurunan okupansi di setiap daerah, menurut Hariyadi, bergantung pada pasar pemerintah di daerah masing-masing. Pasar pemerintah di hotel luar Jawa sangat besar. Di Kalimantan Tengah, misalnya, kontribusi pemerintah bisa sekitar 70 persen. Sedangkan di Jakarta, korporasi mendominasi sehingga kontribusi pemerintah hanya 30 persen.
Menurut Hariyadi, okupansi hotel secara nasional saat ini diperkirakan 50-55 persen. Jumlah tersebut kurang bagus. "Yang bagus di atas 60 persen," katanya. Okupansi dipengaruhi berkurangnya pasar karena pemerintah memotong anggaran belanja, sedangkan suplai kamar bertambah.
Baca: Pemerintah Pangkas Anggaran Semua Kementerian, Apa Saja?
Melihat kondisi tersebut, Hariyadi memprediksi okupansi tahun ini akan stagnan. "Dibandingkan dengan tahun lalu, pertumbuhannya, kalaupun ada, kecil," ujarnya.
Menurut Hariyadi, perusahaan kini berupaya menjaring lebih besar pasar korporasi. "Sekarang mau enggak mau kami menggalang korporasi karena suasananya cukup berat, terutama di daerah-daerah," katanya.
Menjelang Lebaran, Hariyadi menyebut, kenaikan okupansi hotel juga tak akan signifikan karena hanya bersifat musiman. "Kalau kami lihat dari waktu ke waktu, kenaikan okupansi tidak begitu signifikan karena jumlah kamarnya juga bertambah," ucapnya. Dia memprediksi okupansi di puncak libur mungkin hanya 90 persen atau lebih rendah dibanding 2014, yaitu 100 persen.
VINDRY FLORENTIN