DPR: Jangan Sampai Berutang untuk Bayar Utang  

Selasa, 13 Juni 2017 08:05 WIB

Muhammad Misbakhun .TEMPO/Hariandi Hafid

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat meminta pemerintah mengkaji defisit keseimbangan primer pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. DPR tak ingin negara terus-menerus berutang untuk menutup biaya utang sebelumnya.

Baca: Utang Naik Rp 17 Triliun, Menko Darmin: Masih Aman

"Saya ingin tanya kapan defisit ini dinolkan? Jangan sampai kita utang baru untuk sebagian bayar utang," kata anggota Komisi Keuangan dari Partai Golkar, Muhammad Misbakhun, di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 12 Juni 2017. “Supaya kredibilitas APBN terlihat sehat dari sini.”

Menurut Misbakhun, kondisi saat ini memprihatinkan, di antaranya terlihat dari rasio utang yang masih ditargetkan di level 27-29 persen. Selain itu, defisit fiskal di rentang 1,9-2,3 persen.

Anggota Komisi Keuangan DPR, Jhonny Plate, meminta defisit keseimbangan primer di bawah Rp 100 triliun mulai tahun depan. "Kita di atas itu terus. Ini yang selalu ditanyakan konstituen, kapan Indonesia tidak mengutang lagi?" kata politikus Partai Nasdem tersebut.

Adapun Kementerian Keuangan meyakini defisit dan rasio utang di batas aman. Defisit keseimbangan primer RAPBN 2018 ditargetkan menurun dari tahun ini, dari 0,8 persen menjadi 0,6-0,4 persen.

Pemerintah menargetkan defisit tahun ini 2,41 persen dan 1,9-2,3 persen dari produk domestik bruto pada RAPBN 2018. "Untuk biaya defisit, kami menerima pembiayaan dengan isu surat berharga negara 3-2,7 persen dan 0,3-0,5 persen dari pinjaman," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menjelaskan, defisit keseimbangan primer dapat mendekati nol persen apabila defisit fiskal mencapai 1,2-1,1 persen. Pemerintah memperkirakan target ini dapat tercapai pada 2019, tergantung pada realisasi defisit akhir tahun. "Kalau semakin naik, berarti naik. Sekarang ini kan standarnya 1,9-2,3 persen. Makanya masih defisit tadi, lebih kecil dibanding 2017," ucapnya.

Menurut Askolani, peningkatan penerimaan dan rasio pajak dapat mempengaruhi upaya untuk menekan defisit keseimbangan primer. "Kita ingin tax ratio naik signifikan, misalnya 12 persen. Kemungkinan itu nanti bisa mengurangi defisit," tuturnya.

Baca: Ekonom Sebut Posisi Utang Indonesia Masih Aman

Pemerintah berharap target rasio pajak meningkat, dari 10 persen menjadi 11-12 persen. Target tersebut dinilai realistis dibanding permintaan DPR, yang menginginkan rasio pajak di kisaran 13-14 persen. "Itu saja sudah dimulai dari posisi sekarang dan harus ada best effort," katanya.

PUTRI ADITYOWATI

Berita terkait

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

2 hari lalu

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

Sektor manufaktur tunjukan tren kinerja ekspansif seiring Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Sementara itu, inflasi masih terkendali.

Baca Selengkapnya

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

4 hari lalu

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sedang menjadi sorotan publik karena sejumlah kasus dan disebut tukang palak. Berapa pendapatan pegawai Bea Cukai?

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

9 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

10 hari lalu

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

Pemerintah meraup Rp 5,925 triliun dari pelelangan tujuh seri SBSN tambahan.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

11 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Peneliti Paramadina Sebut Nilai Tukar Rupiah Melemah Bukan karena Konflik Iran-Israel

12 hari lalu

Peneliti Paramadina Sebut Nilai Tukar Rupiah Melemah Bukan karena Konflik Iran-Israel

Nilai tukar rupiah yang melemah menambah beban karena banyak utang pemerintah dalam denominasi dolar AS.

Baca Selengkapnya

Estafet Keketuaan ASEAN 2024, Pemerintah RI Beri Hibah Rp 6,5 Miliar ke Laos

30 hari lalu

Estafet Keketuaan ASEAN 2024, Pemerintah RI Beri Hibah Rp 6,5 Miliar ke Laos

Pemerintah RI menyalurkan bantuan Rp 6,5 M kepada Laos untuk mendukung pemerintah negara tersebut sebagai Keketuaan ASEAN 2024.

Baca Selengkapnya

Bayar Utang Pupuk Subsidi Rp 10,4 Triliun, Jokowi: Tunggu Hasil Audit

32 hari lalu

Bayar Utang Pupuk Subsidi Rp 10,4 Triliun, Jokowi: Tunggu Hasil Audit

Presiden Joko Widodo tak menyangkal ada kekurangan membayar pemerintah kepada PT Pupuk Indonesia (Persero) soal utang pupuk subsidi.

Baca Selengkapnya

21 Tahun Museum Layang-Layang Indonesia Mengabadikan Layangan dari Masa ke Masa

42 hari lalu

21 Tahun Museum Layang-Layang Indonesia Mengabadikan Layangan dari Masa ke Masa

Museum Layang-Layang Indonesia memperingati 21 tahun eksistensinya mengabadikan kebudayaan layangan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Pembatasan Ketat Barang Bawaan Impor Banyak Dikeluhkan, Ini Reaksi Kemenkeu

51 hari lalu

Pembatasan Ketat Barang Bawaan Impor Banyak Dikeluhkan, Ini Reaksi Kemenkeu

Kemenkeu memastikan aspirasi masyarakat tentang bea cukai produk impor yang merupakan barang bawaan bakal dipertimbangkan oleh pemerintah.

Baca Selengkapnya