Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 1 September 2016. Rapat ini membahas asumsi makro terkait sektor energi untuk acuan dalam RAPBN 2017 serta laporan kebijakan Menteri ESDM pasca reshuffle. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan akan mendahulukan kepentingan nasional dalam perundingan dengan PT Freeport Indonesia.
"Kalo mereka bilang American First, boleh dong kita sebut Indonesian First," selepas acara Konferensi Tingkat Menteri Asosiasi Poros Samudera Hindia (IORA) di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Rabu, 10 Mei 2017.
Luhut berujar bahwa Indonesia mesti tetap memegang kendali dan tidak boleh diatur lagi oleh perusahaan asal Amerika itu. Meski begitu, dia berujar, pemerintah tetap membutuhkan investasi luar negeri. "Makanya, ya kita bilang 'Freeport, oke saja kalau mau datang, tapi harus ikut aturan kita dong'," ucapnya.
Menurut Bekas Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu, hal tersebut dapat dilakukan lantaran tahun 2021 kontrak perusahaan Amerika itu akan kadaluarsa. Luhut mengatakan Indonesia punya kemerdekaan untuk tidak melanjutkan kerja sama dengan perusahaan tambang itu.
"Tapi karena kami bersahabat, boleh diperpanjang asal kami mayoritas, 51 persen. Dan harus bangun smelter supaya bisa memberikan nilai tambah bagi anak cucu," ujarnya.
Mengenai perusahaan Indonesia yang akan mengelola pertambangan itu, Luhut belum dapat memastikan. Yang pasti, kata dia, Presiden Jokowi telah memutuskan akan memberikan 5 persen untuk pemerintah daerah.
"Yang penting, Indonesian first! Soal pengelolaan nanti kita lihat saja," ujarnya.