Amerika Soroti Dugaan Diskriminasi Perempuan di Google

Reporter

Selasa, 11 April 2017 09:44 WIB

Google. REUTERS/Truth Leem

TEMPO.CO, Jakarta - Google Inc dikabarkan tersandung masalah ketenagakerjaan di Amerika Serikat. The Guardian melaporkan, Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat menuduh perusahaan teknologi ini menerapkan sistem pengupahan yang diskriminatif terhadap perempuan.


"Kami menemukan perbedaan kompensasi yang sangat sistemik terhadap perempuan di semua lini pekerjaan," kata Direktur Regional Departemen Tenaga Kerja, Janette Wipper, saat bersaksi di pengadilan San Francisco, kutip di Koran Tempo, edisi Selasa 11 April 2017.

Baca: Otoritas Pajak Minta Google Selesaikan Pembayaran


Penyelidikan Departemen Tenaga Kerja terhadap Google masih berlangsung. Penyidik telah mengumpulkan informasi yang mengarah pada fakta bahwa raksasa Internet ini melanggar Undang-Undang Tenaga Kerja Federal, khususnya tentang penggajian.


Kuasa hukum Departemen Tenaga Kerja, Janet Herold, mengatakan, meski hasil penyelidikan ini belum lengkap, pemerintah telah mendapatkan bukti kuat diskriminasi gaji pekerja perempuan di markas Google. “Diskriminasi terhadap perempuan cukup ekstrem," ujarnya.

Baca: Tarik Pajak Google, Ini Skenario Ditjen Pajak

Pejabat Departemen Tenaga Kerja pun mengeluhkan sikap Google yang kurang kooperatif lantaran menolak menyerahkan data gaji karyawannya.


Pemerintah berkeras menyatakan Google sebagai kontraktor federal wajib mematuhi aneka aturan, salah satunya menyerahkan catatan dan riwayat penggajian pekerja. Namun Google menolak dengan alasan data tersebut merupakan privasi karyawannya.


Advertising
Advertising

Dalam tanggapannya, manajemen Google menyatakan tidak sepakat dengan tuduhan Departemen Tenaga Kerja karena tidak memiliki dasar yang jelas. "Setiap tahun kami melakukan analisis komprehensif mengenai skema pembayaran karyawan dan tidak menemukan perbedaan berdasarkan gender," demikian pernyataan Google seperti dikutip USA Today.


Apalagi, kata mereka, saat ini sekitar 19 persen posisi penting untuk urusan teknologi Google diisi perempuan. Google pun memiliki 70 ribu awak perempuan, atau sepertiga dari total pegawai.


Tuduhan pemerintah terhadap Google muncul bersamaan dengan rentetan kasus diskriminasi gender yang terjadi di perusahaan berbasis Internet, yang rata-rata didominasi pekerja laki-laki.


Kasus ini menjadi tamparan kedua bagi Google, yang sebelumnya terseret kasus pelecehan seksual mantan karyawannya yang bernama Amit Singhal. Kasus ini mencuat bulan lalu setelah Singhal, yang menjabat Senior Vice President of Engineering Uber, dipecat dari pekerjaannya. Rupanya manajemen Uber baru tahu bahwa dia pernah terlibat kasus di Google saat menjabat Head of Search.


Aktivis kesetaraan gender dan pemerintah pun sudah lama membidik perusahaan-perusahaan teknologi, yang dikenal sebagai “boys club” alias sarang pekerja profesional pria.


Selain ada kecenderungan pelecehan seksual terhadap perempuan, lingkungan industri ini rentan terhadap isu rasial lantaran sangat banyak pekerja yang berasal dari Asia. Januari lalu, pemerintah menggugat Oracle atas dugaan membedakan gaji karyawan kulit putih dengan pekerja asal Asia bahkan di bidang pekerjaan yang sama. Namun tuduhan itu dibantah Oracle.


FERY FIRMANSYAH

Berita terkait

Google Kembali Melakukan PHK, Ini Alasannya

13 hari lalu

Google Kembali Melakukan PHK, Ini Alasannya

Dalam beberapa bulan terakhir Google telah melakukan PHK sebanyak 3 kali, kali ini berdampak pada 28 karyawan yang melakukan aksi protes.

Baca Selengkapnya

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

19 hari lalu

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

Ada empat akar masalah Papua, yakni sejarah dan status politik, diskriminiasi, kekerasan dan pelanggaran HAM berat, dan kegagalan pembangunan.

Baca Selengkapnya

Asal Mula Hari Peduli Autisme Sedunia, Memahami Orang-orang dengan Spektrum Autisme

30 hari lalu

Asal Mula Hari Peduli Autisme Sedunia, Memahami Orang-orang dengan Spektrum Autisme

Hari Peduli Autisme Sedunia diperingati setiap 2 April untuk meningkatkan kesadaran tentang Gangguan Spektrum Autisme (ASD)

Baca Selengkapnya

Begini Ketentuan dan Bunyi Pasal Penistaan Agama yang Menjerat Panji Gumilang

37 hari lalu

Begini Ketentuan dan Bunyi Pasal Penistaan Agama yang Menjerat Panji Gumilang

Panji Gumilang dijerat Pasal Penodaan Agama, penghinaan terhadap agama di Indonesia masih mengacu pada Pasal 156a KUHP.

Baca Selengkapnya

Mangkrak 20 Tahun, Apa Itu RUU PPRT yang Belum Juga Disahkan DPR?

54 hari lalu

Mangkrak 20 Tahun, Apa Itu RUU PPRT yang Belum Juga Disahkan DPR?

Dua dekade RUU Perindungan Pekerja Rumah Tangga mangkrak tidak disahkan. Ini penjelasan mengenai RUU PPRT.

Baca Selengkapnya

International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

55 hari lalu

International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

Peringatan International Women's Day Jogja 2024, Ketua Divisi Aksi dan Propaganda Srikandi UGM sebut mengusung tema "Mari Kak Rebut Kembali!"

Baca Selengkapnya

Tentara Perempuan Ukraina Berperang di Dua Front: Melawan Rusia dan Diskriminasi di Militer

56 hari lalu

Tentara Perempuan Ukraina Berperang di Dua Front: Melawan Rusia dan Diskriminasi di Militer

Kementerian Pertahanan Ukraina mengatakan pada Oktober lalu bahwa hampir 43.000 tentara perempuan saat ini bertugas di militer.

Baca Selengkapnya

Malaysia Menang Terkait Isu Diskriminasi Uni Eropa terhadap Sawit di WTO

57 hari lalu

Malaysia Menang Terkait Isu Diskriminasi Uni Eropa terhadap Sawit di WTO

Malaysia memenangkan gugatan di WTO melawan tindakan diskriminasi Uni Eropa terhadap produk biofuel dari minyak sawit.

Baca Selengkapnya

Kisah Marie Thomas Melawan Diskriminasi hingga Jadi Dokter Perempuan Pertama di Hindia Belanda

19 Februari 2024

Kisah Marie Thomas Melawan Diskriminasi hingga Jadi Dokter Perempuan Pertama di Hindia Belanda

Marie Thomas dikenal sebagai dokter perempuan pertama. Ia melalui diskriminasi saat sekolah kedokteran

Baca Selengkapnya

Mengenang Gus Dur, Presiden yang Mencabut Inpres Larangan Merayakan Imlek

8 Februari 2024

Mengenang Gus Dur, Presiden yang Mencabut Inpres Larangan Merayakan Imlek

Presiden Gus Dur mencabut instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 pada era Presiden Soeharto yang melarang perayaan Imlek.

Baca Selengkapnya