TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak meminta Google Asia Pacific Pte Ltd menyelesaikan pembayaran pajak tahun 2016. Sebelumnya, Ditjen Pajak meminta Google melunasi utang pajaknya tahun 2015.
M. Haniv, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Ditjen Pajak Jakarta Khusus, memaparkan, langkah itu dilakukan seiring dengan perkembangan penyelesaian perkara pajak yang mereka tangani saat ini. “Kalau yang kemarin (kasus yang ditangani Ditjen Pajak) kan pembayaran pajak tahun 2015, nanti akan kami minta yang tahun 2016,” ucap Haniv dalam keterangannya belum lama ini.
Dia memaparkan, terkait dengan perkara pajak tahun 2015, mereka masih menunggu iktikad baik pihak Google menyerahkan dokumen yang dibutuhkan Otoritas Pajak. Jika dokumen tersebut diserahkan, akan segera dicocokkan dengan data yang dimiliki Otoritas Pajak supaya besaran pajak yang harus dibayar perusahaan asal Amerika Serikat tersebut diketahui. “Ihwal pembayaran kemungkinan bulan ini, tapi kalau tidak, ya, bulan April bisa terealisasi pembayarannya,” katanya.
Baca: Pajak Google Dibahas di Tingkat Menteri
Perkara pajak Google Asia Pacific bermula dari keengganan raksasa teknologi itu diperiksa oleh Otoritas Pajak Indonesia. Awalnya, Otoritas Pajak dengan perusahaan tersebut sempat melakukan negosiasi terkait dengan pembayaran pajak.
Namun hal itu kembali memanas lantaran setelah surat pemerintah pemeriksaan Ditjen Pajak dipulangkan. Sikap itu langsung direspons Ditjen Pajak dengan mengeluarkan bukti permulaan.
Baca: Ditjen Pajak Klaim Google Akan Bayar Tunggakan dan Denda
Otoritas Pajak juga meresponsnya dengan menyelidiki Bentuk Usaha Tetap (BUT) Google. Bagi otoritas pajak, BUT tidak harus berwujud kantor, tapi teknologi pun juga bisa dikategorikan sebagai BUT.
Kendati demikian, Haniv mengklaim, pihak Google akan membayar pajak. Dia yakin, sebagai sebuah perusahaan besar yang memiliki reputasi cukup baik, Google pasti akan membayar pajak. “Namun jika mereka merasa tidak memiliki BUT, kami punya cara untuk memaksa Google,” katanya.
Otoritas Pajak juga sedang merampungkan pemeriksaan pajak Facebook. Kendati demikian, perkara pajak raksasa media sosial tersebut berbeda dengan perkara Google Asia Pacific. Pasalnya, penghasilan Facebook sudah dipotong PPh Pasal 26.
“Jadi yang diterima Facebook hanya 80 persen, karena yang 20 persen sudah dipotong. Sedangkan Google berbeda, karena mereka merasa tidak punya BUT, terus tidak membayar pajak,” ucap Haniv.
Selain diselidiki Otoritas Pajak, Google tengah diselidiki Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dengan dugaan melakukan praktek persaingan usaha tidak sehat. Argumentasi dari KPPU adalah, ketika perusahaan tidak membayar pajak, terutama pajak yang berkaitan dengan pajak penghasilan atau pajak yang terkait faktor produksi, akan menyebabkan biaya produksi mereka lebih rendah daripada yang lain.
Pihak Google belum memberikan komentar terkait dengan perkara pajak yang sedang menjeratnya. Kepala Komunikasi Perusahaan Google Indonesia, Jason Tedjasukmana tak memberikan jawaban saat dihubungi melalui pesan pendek dan sambungan telepon.