Organda Minta Tarif Taksi Online dan Taksi Biasa Disamakan
Editor
Dewi Rina Cahyani
Sabtu, 25 Maret 2017 08:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Organda Jawa Barat Dedeh T Widarsih mengatakan, tidak perlu ada pembeda antara tarif taksi online dan taksi biasa. “Saya minta di samakan dengan taksi biasa, karena kita bersaing sehat. Kalu sekarang tidak bersaing sehat, sementara kita diatur dari A sampai Z, mereka tidak di atur,” kata dia di Bandung, Jumat, 24 Maret 2017.
Dedeh mengatakan, revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 untuk mengatur taksi online itu prinsipnya ada persamaan perlakuan antara taksi biasa dan taksi online. “Tolong samakan semua aturan,” kata dia.
Baca: Pemerintah Atur Taksi Online Tak Seenaknya Naikkan Tarif
Menurut Dedeh, dalam revisi Permenhub 32/2016 itu, organisasinya masih keberatan soal pengaturan pelat nomor taksi oline. “Kita minta kuning. Di 11 item revisi itu, platnya hitam cuma ada stiker, Sementara taksi itu (penandanya) di semua badan,” kata dia.
Dedeh meminta ketegasan pemerintah saat revisi nanti diberlakukan setelah masa transisi. “Yang tidak mengurus izin, tutup saja,” kata dia.
Baca: Kisruh, Bisnis Taksi Online Tetap Gurih
Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat Dedi Taufik mengatakan, saat ini draft Perturan Gubernur pengaturan taksi online mengikuti revisi Peraturan Menteri Perhubungan 32 Tahun 2016 sedang disusun. Targetnya terbit bersamaan dengan berlakunya Pereturan Menteri tersebut pada 1 April 2017. “Targetnya berbarengan, atau setelah Peraturan Menteri Perhubungan ini keluar,” kata dia di Bandung, Jumat, 24 Maret 2017.
Dedi mengatakan, soal tarif batas bawah dan batas atas ini sedang dirumuskan komponennya. “Cara perhitungannya didasari pada perhitungan biaya langsung dan tidak langsung,” kata dia. Diantaranya fixed cost, biaya penyusutan hingga investasi yang harus dikeluarkan.
Salah satu yang tengah dijajaki, dengan menyamakan batas bawah tarif taksi online dan taksi biasa. “Minimal batas bawahnya sama, itu berarti yang dikedepankan nanti layanan. Sehinga persaingan jelas kalau ada batas atas dan batas bawah,” kata Dedi
Dedi mengatakan, Perturan Gubernur nanti tidak hanya mengatur tarif, lainya diantaraya kuota serta kewajiban lain yang wajib dipenuhi taksi online. Jawa Barat misalnya punya 3 metropolitan yakni metropolitan Bandung, Bogor, Depok, Bekasi, Purwakarta dan Cirebon.
Perhitungan kuota ini misalnya mengikuti kawasan itu dengan menimbang jumlah penduduk, permintaan, load factor, taksi reguler yang sudah beroperasi serta taksi online yang sudah ada. “Dari sana nanti keluar kuota ini,” kata dia.
Dia mencontohkan, Bandung Raya misalnya, sudah beroperasi lebih dari 2 ribu taksi. Penerapan kuota ini diberlakukan agar tidak bersaing sehat. “Kalau nanti oversuply, kan sama saja,” kata Dedi.
Dedi mengatakan, dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan itu juga mewajibkan pengelola taksi online membuka perwakilan di daerah untuk beroperasi. “Asas domisili di tempat dia melakukan operasi,” kata dia.
Sementara soal desakan agar pelat kendaraan taksi online berwarna kuning, Dedi mengatakan, menunggu keputusan Polri. “Kita menunggu keputusan Kapolri,” kata dia.
Dia minta semua pihak menahan diri sambil menunggu pemberlakuan revisi Peraturan Menteri Perhubungan 32 tahun 2016. “Prinsipnnya ada kesetaraan dan keadilan yang kita ke depankan,” kata Dedi.
AHMAD FIKRI