Bongkahan koloni karang yang rusak disebabkan kandasnya Kapal MV Caledonian Sky berbendera Bahama di perairan Raja Ampat, Papua Barat, 4 Maret 2017. Tim Peneliti Sumber Daya Laut Universitas Papua, Conservation International, The Nature Conservancy, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat mendata bahwa kerusakan terumbu karang akibat kandasnya Kapal MV Caledonian Sky diperkirakan seluas 13.533 meter persegi. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Koordinasi Kedaulatan Kemaritiman Kementerian Koordinator Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan ada dua langkah preventif mencegah terulangnya kejadian rusaknya terumbu karang seperti di Raja Ampat.
"Preventifnya ada dua. Yang pertama, assessment terhadap akses di kawasan tersebut," ucap Arif saat ditemui di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta Pusat, Jumat, 17 Maret 2017.
Arif menjelaskan, langkah preventif pertama, yaitu assessment terhadap akses di kawasan tersebut, berada di bawah kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sedangkan langkah kedua adalah soal perhubungan yang mengikuti kebijakan assessment saja.
Menurut Arif, pihaknya sudah berbicara dengan Duta Besar Inggris untuk melihat praktek pengelolaan terumbu karang di berbagai negara. Dia berujar, di Inggris juga ada wilayah konservasi untuk terumbu karang.
Selain di Inggris, tutur Arif, pihaknya ingin melihat praktek seperti di Australia. Negara itu, kata Arif, memiliki terumbu karang yang bisa dikunjungi kapal. "Ada kapal masuk juga. Kami pelajari modelnya seperti apa," ucapnya.
Arif menuturkan, selama ini, banyak kunjungan kapal pesiar ke Indonesia. Namun Indonesia belum berpengalaman dalam hal-hal seperti menjaga terumbu karang. Dia berujar, dalam waktu cukup lama, tak ada kapal pesiar masuk Indonesia karena izinnya berbelit-belit.
Kondisi tersebut membuat banyak kapal pesiar di Asia Tenggara berhenti di Singapura dan tak mau masuk Indonesia. "Sekarang sudah mudah izinnya, tinggal evaluasi mana yang terbaik untuk masa depan," katanya.