Aramco Jadi Perusahaan Migas Terbesar, Ini Sejarahnya
Editor
Abdul Malik
Kamis, 2 Maret 2017 08:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Saudi Aramco berencana melepas sebagian sahamnya ke publik. Majalah bisnis Forbes menobatkan Saudi Aramco sebagai perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia dengan produksi 12,5 juta barel per hari. Perusahaan membukukan pendapatan US$ 1 miliar atau sekitar Rp 13,3 triliun per hari. Pada 2015, perusahaan milik pemerintah Arab Saudi itu membukukan pendapatan US$ 478 miliar atau setara Rp 6.387 triliun dengan kurs Rp 13.362 per dolar Amerika Serikat.
Para pelaku pasar dan investor saat ini sedang menunggu realisasi penawaran umum perdana saham (IPO) yang akan dilakukan oleh Saudi Aramco. IPO yang diprediksi bakal memiliki nilai terbesar sepanjang sejarah bursa saham itu diprediksikan akan melampaui nilai IPO perusahaan-perusahaan asal Silicon Valley, Amerika Serikat.
Baca : Jual Saham Aramco, Arab Saudi Tak Lagi Andalkan Minyak
Nilai valuasi saham Saudi Aramco diperkirakan mencapai US$ 2 triliun atau sekitar Rp 26.675 triliun. Nilai itu lebih tinggi 57 persen dibandingkan valuasi saham ExxonMobil dan 29 persen dari Apple. Diperkirakan Aramco akan melepas 5 persen sahamnya yang senilai US$ 100 miliar atau setara Rp 1.333 triliun. Nilai itu empat kali lebih besar dari IPO Alibaba yang sebesar US$ 25 miliar atau sekitar Rp 333,4 triliun. Hingga kini nilai IPO Alibaba yang dilakukan pada 2014 silam merupakan yang terbesar sepanjang sejarah pasar modal.
<!--more-->
Manajemen Aramco menargetkan IPO akan dilakukan tahun depan. “Kami masih melihat peluang IPO pada 2018 dan belum ada perubahan dalam rencana kami,” ujar CEO Aramco, Amin Nasser kepada CNNMoney dalam forum World Economic Forum di Davos, pada pertengahan Januari 2017 lalu.
Baca : Kementerian Keuangan Kaji Penawaran Saham Aramco
Bagaimana sejarah Saudi Aramco hingga menjadi perusahaan migas terbesar seperti saat ini? Majalah bisnis Forbes merangkum apa saja yang diperhatikan oleh pelaku pasar dan investor, seperti dilansir Senin, 27 Februari 2017. Berikut rinciannya :
Bagaimana sejarah Aramco bisa menjadi perusahaan besar?
Awalnya Aramco adalah merupakan perusahaan minyak Amerika Serikat. Perusahaan ini didirikan oleh Standard Oil of California (kini bernama Chevron) dan awalnya bernama the California Arabian Standard Oil Company (CASOC). Perusahaan mengamankan hak konsesi dari pemerintah Arab Saudi pada 1933 untuk mencari tambang minyak. Kemudian perusahaan mulai menemukan ladang migas pada 1938, di wilayah pantai timur Arab Saudi.
Pada 1948, nama perusahaan diganti menjadi the Arabian American Oil Company (Aramco) yang kepemilikannya juga masih patungan dengan Standard Oil of California, Texaco, Standard Oil of New Jersey (sekarang bernama ExxonMobil) dan Standard Oil of New York.
Baca : Siap IPO, Saudi Aramco Bidik Bursa Singapura
Kapan Aramco mulai menjadi dimiliki penuh oleh pemerintah Arab Saudi?
Tidak seperti perusahaan migas pelat merah lain di kawasan Timur Tengah dan Amerika Latin, pemerintah Saudi tidak menasionalisasi perusahaan dengan pemaksaan. Baru mulai pada 1972, pemerintah Saudi mulai membeli saham Aramco yang dimiliki perusahaan Amerika. Hingga pada 1980, pemerintah Saudi berhasil mengakuisisi seluruh saham Aramco.
<!--more-->
Meski begitu, Aramco masih masih tetap berstatus perusahaan Amerika hingga 1988, hingga kemudian pemerintah Saudi secara resmi mentransfer kepemilikan sahamnya dan mengganti namanya menjadi Saudi Aramco. Praktis, Aramco mewarisi manajemen operasional gaya perusahaan Amerika.
Aramco saat ini memiliki kapasitas produksi sebesar 12 juta barel per hari dan memiliki hak konsesi sedikitnya 260 miliar barel cadangan minyak terbukti yang dimiliki oleh pemerintah Arab Saudi.
Saudi Aramco dulunya merupakan perusahaan Amerika, apakah dioperasikan dengan model perusahaan Amerika?
Ya, meskipun faktanya struktur manajemen Aramco terpisah dari manajemen ExxonMobil. Perusahaan ini bahkan sempat tercatat di negara bagian Delaware, Amerika Serikat hingga 1988. Aramco bertanggungjawab untuk sektor hulu, antara, dan hilir minyak dan gas di Arab Saudi. Ini termasuk eksplorasi ladang migas, operasi produksi (onshore dan offshore), jaringan pipa, pabrik pemrosesan, kilang, tanker, pemasaran, penjualan, hingga riset dan pengembangan.
<!--more-->
Baca : Persiapan IPO, Aramco Tunjuk Moelis & Co sebagai Penasihat
Selain jaringan produksi di hulu, Aramco juga memiliki jaringan yang luas di hilir, baik berupa kilang maupun fasilitas lain di penjuru dunia. Aramco juga melakukan banyak kemitraan dalam operasi bisnis kilang dan petrokimia, baik di Arab Saudi maupun di negara lain di penjuru dunia.
Siapa saja yang bekerja di Aramco?
Sejak Tahun 1990, Saudi Aramco mempekerjakan mayoritas warga Arab Saudi dengan banyak dari mereka merupakan sarjana lulusan luar negeri. Bagaimanapun, perusahaan tidak lagi mempekerjakan banyak karyawan warga Amerika, Eropa, dan Asia baik di operasi global maupun di Arab Saudi. Perusahaan mempekerjakan pria dan wanita, meskipun umumnya perempuan menjabat di posisi manajemen. Banyak karyawan Arab Saudi yang merupakan lulusan luar negeri, utamanya dari universitas-universitas Amerika. Salah satu CEO Aramco adalah lulusan Texas A&M dan lainnya merupakan alumni Lehigh University.
Baca : Keliling Asia, Raja Arab Tawarkan Saham Perdana Saudi Aramco
Siapa yang menjalankan bisnis Aramco?
Saudi Aramco saat ini dimiliki oleh pemerintah Arab Saudi secara penuh, namun dikelola oleh jajaran direksi baik yang berkewarganegaraan Arab Saudi atau warga asing. CEO Aramco saat ini adalah Amin Nasser, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden untuk Operasi Hilir Aramco. Jajaran direksi membuat keputusan bisnis berdasarkan strategi dan target perusahaan, yang harus disetujui oleh pemerintah.
Secara keseluruhan strategi di bidang migas Arab Saudi, termasuk target produksi, diputuskan oleh Menteri Energi, Industri, dan Sumber Daya Mineral, Khalid al-Falih. Posisi al-Falih adalah merupakan bagian dari pemerintah, yang juga merupakan mantan CEO dan saat ini menjabat sebagai Chairman Aramco.
FORBES | REUTERS | CNNMONEY | ABDUL MALIK