Defisit Transaksi Berjalan Diprediksi Melebar 2,2 Persen

Reporter

Editor

Abdul Malik

Senin, 13 Februari 2017 12:23 WIB

REUTERS/Kacper Pempel

TEMPO.CO, Jakarta - Analis dari PT Mandiri Sekuritas, Leo Putera Rinaldy, memperkirakan rasio defisit transaksi berjalan (CAD) terhadap produksi domestik bruto (PDB) tahun ini ini bakal melebar jadi 2,2 persen, namun masih tetap terkendali. Sebab rata-rata surplus aset finansial (financial account) pada periode 2010-2015 sebesar 2,85 persen dari PDB. Sepanjang 2016, rasio CAD sebesar 1,8 persen. “Kami melihat rasio CAD masih managable,” ujarnya, dalam hasil riset yang dipublikasi Senin, 13 Februari 2017.

Menurut Leo, surplus neraca pembayaran (BoP) melunak menjadi US$ 4,5 miliar dari US$ 5,7 miliar pada kuartal III 2016 karena penurunan surplus aset finansial. Suplus neraca pembayaran sepanjang 2016 mencapai US$ 12,9 miliar, atau naik dibandingkan US$ 1,1 miliar pada 2015. “Di sisi lain CAD melebar menjadi minus 0,8 persen dari PDB pada kuartal IV 2016,” ungkapnya.

Baca : Pilkada DKI Diprediksi Berpengaruh Kecil pada Perekonomian

Leo mengatakan kenaikan aktivitas impor karena adanya investasi akan tertutup oleh kenaikan ekspor karena perbaikan ekonomi global dan kenaikan level harga komoditas. Selain itu perubahan struktural perusahaan Indonesia yang sebelumnya menggunakan perusahaan cangkang (SPV) luar negeri menjadi dalam negeri karena program amnesti pajak akan membantu mempersempit defisit penerimaan yang berkontribusi sekitar US$ 6 milliar–US$ 7 miliar per kuartal terhadap CAD.

“Jika ada faktor yang dapat menyebabkan rupiah bervolatilitas, kami meyakini penyebabnya akan berasal dari volatilitas sektor keuangan. Ketidakpastian global dapat tetap terjadi pasca-Brexit dan pemilihan Amerika Serikat diikuti oleh normalisasi agresivitas kebijakan Federal Reserve,” paparnya.

Karena itu, kata Leo, dia meyakini risiko keluarnya portofolio dana modal (outflow) masih tetap tinggi. Namun permintaan terhadap utang valuta asing juga bakal terpangkas, terutama pada semester II 2017, yang disebabkan kenaikan beban kredit valas ketika terjadi potensi kenaikan suku bunga Fed Fund Rate pada periode yang sama.

Baca : Harga CPO Diprediksi Terkoreksi

Leo menambahkan ekspektasi volatilitas rupiah dan kenaikan inflasi mengindikasikan tidak adanya ruang pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia. Karena itu, dia memprediksi mata uang rupiah akan sulit terapresiasi tahun ini dibandingkan posisi akhir tahun lalu. “Kami masih tetap memprediksi posisi rupiah pada Rp 13.400 per dolar AS dengan rerata yang lebih tinggi yaitu Rp 13.450 per dolar AS tahun ini,” ujarnya.

Dengan potensi volatilitas rupiah diikuti oleh kenaikan tekanan inflasi, Leo memprediksi suku bunga BI 7-days reverse repo rate akan tetap flat pada level 4,75 persen sepanjang 2017. Sepanjang tahun lalu BI memangkas suku bunga hingga 150 basis poin.

ABDUL MALIK

Berita terkait

Sri Mulyani dan Presiden ADB Bahas Mekanisme Transisi Energi: Kita Mulai Bicara yang Konkret

14 jam lalu

Sri Mulyani dan Presiden ADB Bahas Mekanisme Transisi Energi: Kita Mulai Bicara yang Konkret

Sri Mulyani Indrawati dan Presiden ADB Masatsugu Asakawa membahas lebih lanjut program Mekanisme Transisi Energi (ETM) ADB untuk Indonesia.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Waspadai Dampak Kenaikan BI Rate terhadap APBN

1 hari lalu

Sri Mulyani Waspadai Dampak Kenaikan BI Rate terhadap APBN

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ada dampak kenaikan BI Rate ke level 6,25 persen terhadap APBN, terutama penerimaan pajak.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

2 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

2 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

2 hari lalu

Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, nilai tukar rupiah pada triwulan I 2024 mengalami depresiasi 2,89 persen ytd sampai 28 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

2 hari lalu

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

Menkeu Sri Mulyani mengatakan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2024 masih terjaga.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

2 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

2 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

4 hari lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

4 hari lalu

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya kekuatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk efektivitas transisi energi.

Baca Selengkapnya